TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ombudsman RI periode 2016-2021 Amzulian Rifai membicarakan soal penyadapan hakim saat diuji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) menjadi calon anggota Komisi Yudisial (KY) di Komisi III DPR RI.
Menurut Guru Besar Universitas Sriwijaya (Unsri) itu, jika pendekatan lunak gagal, Komisi Yudisial bisa saja melaksanakan kewenangan penyadapan yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial.
"Karena undang-undang memberikan ruang untuk itu, bisa bekerja sama dengan lembaga lain. Termasuk, misalnya melakukan penyadapan," kata Amzulian di Jakarta, Selasa kemarin.
Pasal 20 ayat 3 UU Komisi Yudisial memang menyebutkan : Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat 1 huruf a yang menyebutkan Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim.
Pada pasal 20 ayat 4 pun menegaskan bahwa : Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada pasal 20 ayat 3.
Kendati demikian, Amzulian memilih untuk lebih mengedepankan pendekatan lunak seperti dengan penyampaian teguran kepada hakim melalui keluarga mereka agar meningkatkan kinerja para hakim serta menjaga kehormatan dan perilaku hakim.
"Kalau misalnya anggota keluarga paham betul berapa gaji seorang hakim. Kalau dia (hakim) tiba-tiba beli rumah misalnya Rp 5 miliar, ya diingatkan. Saya pikir keluarga berperan penting di dalam hal ini," kata Amzulian.