TEMPO.CO, Jakarta - Nama Ali Kalora belakangan kembali mencuat setelah tewasnya empat orang dalam satu keluarga, di Desa Lembantongoa, Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat, 27 November 2020. Ali yang merupakan pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso, dituding Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Inspektur Jenderal Abdul Rakhman Baso, sebagai pelaku di balik kejadian tersebut.
Jejak Ali Kalora dalam sejumlah aksi teror sudah tercatat cukup lama. Menukil dari laporan Majalah Tempo Juli 2016, nama dia kerap diwaspadai sebagai calon pentolan MIT. Kapolri saat itu, Jenderal Tito Karnavian, mengatakan Ali memimpin 15 pengikut Santoso dan masih berkeliaran di Gunung Biru, Poso.
Ia berhasil lepas dari penangkapan karena memisahkan diri dari rombongan Santoso dan Basri. Karena menjadi orang kepercayaan Santoso, Ali diizinkan membawa istrinya bergerilya. "Kalau dibiarkan, akan berkembang," ujar Tito, dalam laporan Majalah Tempo tersebut.
Ali adalah penerus MIT setelah Basri alias Bagong, ditangkap oleh oleh tim Operasi Tinombala pada September 2016 lalu. Basri sendiri adalah penerus Santoso, yang dianggap punya keahlian yang sama dengan Santoso dalam perang gerilya karena pernah sama-sama dilatih Daeng Koro.
Meski begitu, Tito saat itu mengatakan Ali masih ada satu kelas di bawah Basri. Namun, mantan Kapolri lain, Badrodin Haiti, mengatakan bahwa Ali adalah pengikut loyal Basri. Dia juga ikut perang kota bersama polisi pada 2007 dan salah satu nama yang masuk daftar 29 orang yang saat itu dicari polisi bersama Basri.
"Sejak 2005, dia anak buah Basri," ujar Badrodin juga dalam laporan Majalah Tempo Juli 2016.
Dalam catatan, nama Basri banyak terkait dengan sejumlah kasus kekerasan. Mulai dari penembakan Pendeta Susianti Tinulele pada 18 Juli 2004, mutilasi tiga siswi SMA Kristen Poso pada 29 Oktober 2005, hingga perlawanan terhadap aparat kepolisian saat dibekuk pada 22 Januari 2007.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengutuk keras aksi kekerasan yang dilakukan oleh Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Sigi, Sulawesi Tengah. "Itu bukan gerakan keagamaan tapi gerakan kejahatan, terhadap sebuah keluarga di Sigi, Sulawesi Tengah yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka," kata Mahfud usai rapat di kantornya, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 30 November 2020.
Mahfud mengimbau para tokoh agama agar menyebarluaskan pesan-pesan damai kepada masyarakat. Ia menegaskan sejatinya agama apapun hadir di dunia ini untuk membangun perdamaian dan persaudaran.
Selain itu, ia juga mengatakan pemerintah telah bertemu dengan keluarga korban. Pemerintah juga sudah melakukan langkah-langkah untuk pemulihan atau trauma healing.
Ia pun kemudian menegaskan bahwa pemerintah menjamin keamanan warga di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk kepada warga di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah, terutama setelah terjadinya tindakan teror dan kekerasan terhadap warga di wilayah itu.