TEMPO.CO, Jakarta - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan pembentukan tim pengawas terkait pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam penanganan terorisme.
Anggota Komisi I DPR Syaifullah Tamliha mengatakan, tim itu untuk mengawasi agar keterlibatan tentara dalam membantu tugas Kepolisian menangani terorisme tidak terlalu dalam.
"Seperti BIN (Badan Intelijen Negara) juga punya dewan pengawas, sehingga kegiatan operasi militer selain perang itu bisa dalam koridor yang benar," kata Tamliha kepada Tempo, Senin, 30 November 2020.
Tamliha mengatakan tim pengawas itu nantinya bisa diseleksi oleh Komisi I sebagai komisi yang membidangi pertahanan dan bermitra dengan TNI. Ia menjelaskan, rancangan perpres pelibatan tentara mengatasi aksi terorisme sebenarnya mengatur operasi militer selain perang (OMSP). Rancangan perpres ini untuk menindaklanjuti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Ia mengatakan UU tersebut sedianya mengamanatkan pembentukan peraturan pemerintah untuk mengatur hal ini. Namun lantaran PP-nya tak kunjung ada, maka muncul rancangan peraturan presiden sebagai turunan dari UU Nomor 5 Tahun 2018 itu.
Tamliha mengaku tak mengetahui sejauh apa pemerintah akan merevisi rancangan perpres tersebut untuk menyesuaikan dengan masukan Komisi I DPR. Ia mempersilakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md., Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Sekretaris Negara untuk mempelajari masukan itu terlebih dulu.
"Silakan untuk mempelajarinya untuk dibuatkan perpresnya, supaya tugas TNI terinci jelas di situ. Jadi dalam perpres itu setiap kegiatan OMSP harus perintah presiden. Kalau tidak diperintahkan enggak perlu terlibat," kata politikus Partai Persatuan Pembangunan ini.
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan pembentukan tim pengawas akan menjadi solusi sekaligus mencegah terjadinya hal-hal yang dikhawatirkan imbas lahirnya perpres TNI tangani terorisme ini. Dia mengklaim, tim pengawas mendesak demi memastikan tidak terjadi tumpang tindih dalam sistem peraturan dan kewenangan antarlembaga yang bertanggung jawab dalam penanggulangan terorisme.
"Serta memastikan penanggulangan terorisme tetap berada pada jalur hukum dan menghormati hak-hak asasi manusia," ujar Azis.
Dalam salinan surat yang diperoleh Tempo, Komisi I menyatakan mendukung rancangan perpres tersebut dengan sejumlah catatan. Pada Pasal 5, Komisi I meminta agar ditambahkan frase 'berdasarkan perintah Presiden' setelah kata 'ditetapkan Panglima'. Pasal 5 ini menyangkut kegiatan dan/atau operasi penangkalan aksi terorisme oleh TNI.
Kemudian pada Pasal 14, Komisi I meminta agar poin b dan c yang menyebutkan pembiayaan kegiatan tentara ini bisa berasal dari APBD dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk dihapus.
Komisi I meminta pembiayaan kegiatan ini hanya bersumber dari APBN. Selanjutnya, tugas TNI dalam mengatasi terorisme juga diminta agar dalam kerangka criminal justice system atau sistem peradilan pidana.