TEMPO.CO, Jakarta - Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia mengkritik DPR yang hendak membahas Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol. Ketua Umum PGI Gomar Gultom menilai pendekatan dalam RUU Minuman Beralkohol ini infantil alias bersifat kekanak-kanakan.
"Saya melihat pendekatan dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol ini sangat infantil, apa-apa dan sedikit-sedikit dilarang. Kapan kita mau dewasa dan bertanggung-jawab?" kata Gomar dalam keterangannya, Jumat, 13 November 2020.
Gomar mengatakan saat ini negara-negara di Uni Emirat Arab, malah membebaskan minuman keras. Ia mempertanyakan mengapa Indonesia justru hendak membuat regulasi yang melarang minuman beralkohol.
Menurut Gomar, yang dibutuhkan saat ini ialah pengendalian, pengaturan, dan pengawasan yang ketat serta penegakan hukum yang konsisten. Hal ini pun sudah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 300 dan 492 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019.
"Tidak semua hal harus diselesaikan dengan Undang-undang, apalagi dengan beragamnya tradisi dalam masyarakat Indonesia tentang minuman beralkohol ini," ujar Gomar.
Gomar melanjutkan, yang lebih penting adalah pembinaan serius oleh seluruh komponen masyarakat agar semakin dewasa dan bertanggung jawab. Pendekatan prohibitionist atau larangan buta seperti RUU Larangan Minol dinilainya tak menyelesaikan masalah penyalahgunaan minuman beralkohol.
"Janganlah sedikit-sedikit kita selalu hendak berlindung di bawah undang-undang dan otoritas negara dan dengan itu jadi abai terhadap tugas pembinaan umat," ucap dia.
Gomar mengatakan PGI pun telah menyampaikan pandangan ihwal RUU Larangan Minuman Beralkohol sejak 2016. Ia pun mengaku geleng-geleng kepala dengan pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol di DPR saat ini.
Padahal di sisi lain, kata dia, ada banyak desakan dari masyarakat yang meminta DPR memprioritaskan RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Gomar mengingatkan RUU-RUU ini sangat mendesak karena menyangkut masalah-masalah struktural yang sulit diselesaikan tanpa sebuah regulasi yang berwibawa.