TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Inspektur Jenderal atau Irjen Napoleon, Santrawan T. Paparang, keberatan penyidik Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri menahan kliennya.
"Datang ke sini (Bareskrim) dengan pakaian (dinas) lengkap. Tiba-tiba datang surat penahanan, jadi persis ditahan hari ini," kata Santrawan di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu, 14 Oktober 2020.
Menurut dia, Napoleon telah memintanya untuk membeberkan fakta hukum dalam kasus ini. "Perintah beliau buka saja untuk fakta hukumnya, kami akan buka, tidak akan kami tutup-tutupi lagi," katanya.
Santrawan mengatakan kliennya tidak terlibat kasus ini. Bahkan, kata dia, Napoleon hendak melaporkan tersangka Tommy Sumardi. Namun, ia menyebut ada yang menghalangi upaya pelaporan ini.
"Kalau orang terima duit, apa berani dia melapor? Duit yang diduga diterima beliau (Napoleon) berdasarkan keterangan TS (Tommy Sumardi), di mana? Apa disita duit itu? Tidak ada (uang) yang disita, penyitaan uang tidak ada di tangan beliau (Napoleon)," katanya.
Menurut dia, tuduhan terhadap Napoleon dalam kasus ini bisa menjadi preseden buruk penegakan hukum karena tidak ada barang bukti yang disita dari tangan Napoleon sebagai tersangka. "Ini bisa jadi bola liar, ini bisa jadi preseden buruk proses penegakan hukum, nanti si A, B, C bisa menuduh orang seenaknya," katanya.
Bareskrim menetapkan Napoleon sebagai tersangka dugaan menghapus red notice Djoko Tjandra. Dalam perkara ini, polisi menetapkan tiga orang tersangka lainnya yaitu Djoko, Tommy Sumardi sebagai pemberi gratifikasi, dan Brigjen Prasetijo Utomo sebagai penerima gratifikasi.