TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, Riden Hatam Aziz dan Panglima Koordinator Daerah Garda Metal Cilegon, Ismail mengaku didatangi polisi dan agen Badan Intelijen Negara (BIN) sebelum aksi para buruh menolak pengesahan RUU Cipta Kerja berlangsung pada 5-8 Oktober 2020.
Riden didatangi dua personel intelijen pada Ahad, 4 Oktober lalu, sekitar pukul delapan malam. Sehari sebelumnya, dua personel Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota, Banten, juga mendatangi rumah Riden.
Di Cilegon, polisi mendatangi kediaman Ismail pada 2 Oktober lalu. Keesokannya, polisi menelepon Ismail dan meminta jumlah demonstran dikurangi. "Mereka bilang Cilegon dan Jakarta zona merah," ujar Ismail seperti dikutip dari laporan Majalah Tempo edisi 10 Oktober 2020.
Ismail mengurangi jumlah pengunjuk rasa tolak omnibus law UU Cipta Kerja yang akan berangkat ke Jakarta dari semula 600 menjadi 400. Dua hari kemudian, ia diundang makan siang oleh personel BIN lalu diminta mengurangi lagi jumlah perserta aksi. Akhirnya, Ismail memangkas hingga tersisa 200 orang.
Riden dan Ismail, yang merupakan koordinator aksi di daerah masing-masing, menilai kedatangan polisi dan agen telik sandi itu sebagai upaya membendung gerakan para buruh.
Keduanya bercerita, sejak Senin hingga Kamis, 5-8 Oktober, saat buruh bersiap mengadakan unjuk rasa, polisi juga mendatangi pabrik-pabrik besar. Setidaknya ada lima personel berjaga di depan sejumlah pabrik sambil membawa senapan dan pentungan.
Tekanan polisi bermula dari telegram rahasia yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis pada 2 Oktober lalu. Surat yang diteken oleh Asisten Operasi Kapolri Inspektur Jenderal Imam Sugianto itu berisi penanganan unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja. Salah satu poin dalam surat itu menyatakan agar polisi tak memberikan izin aksi.
Imam beralasan demonstrasi meningkatkan risiko penularan virus corona. Dia juga mengklaim kehadiran polisi di rumah koordinator lapangan hanya untuk bersilaturahmi. “Setiap ada aksi, kami tidak boleh underestimate supaya tidak ada pihak yang memanfaatkan," ucapnya.
Juru bicara Badan Intelijen Negara, Wawan Hari Purwanto, membantah jika lembaganya disebut melobi koordinator pengunjuk rasa. Menurut dia, personel BIN selama menjalankan tugas operasi tak akan mengaku sebagai intelijen. “Jadi jika ada yang mengaku dari BIN perlu diverifikasi sebab hal itu tidak lazim," ujar Wawan. Baca cerita lengkapnya di Majalah Tempo: Tekan Aksi Telik Sandi.