Amnesty International Indonesia menyatakan penembakan ini menunjukkan kegagalan negara menghadirkan perdamaian di Papua. Amnesty mencatat, dari awal tahun sudah ada setidaknya 15 kasus penembakan di luar hukum di Papua dengan 22 orang korban.
Dalam tiga bulan terakhir saja, kata Usman Hamid, terjadi lima pembunuhan di luar hukum dengan delapan korban di Papua. Usman menyebut polisi dan militer ditengarai terlibat dalam sebagian besar peristiwa tersebut.
Tempo menghimpun kronologi penembakan Pendeta Yermias dari beberapa sumber. Beberapa di antaranya, Pendeta Petrus Bonyadone, Pendeta Timotius Miagoni di Hitadipa, seorang sumber yang tak bisa disebutkan namanya dengan alasan keamanan, dan kerabat yang bersaksi lewat GKII Papua.
Cerita penembakan ini bermula ketika Pendeta Yermias dan istrinya pergi dari rumah mereka di Hitadipa ke kandang ternak babi di Bomba yang berjarak sekitar 700 meter pada Sabtu, 19 September pukul 17.00 WIT. Mereka hendak memberi makan ternak babi.
Menjelang petang, istri Pendeta Yermias pulang terlebih dulu. Ia mengajak Yermias untuk pulang karena khawatir kondisi bahaya saat gelap, tetapi Yermias menolak lantaran masih menunggu babi yang belum datang ke kandang. Sembari menunggu, ia membakar ubi untuk makan.