Pengurus yayasan telah melaporkan "penyerbuan" itu pada Senin (29/9) lalu namun belum mendapatkan respon. "Kami minta anggota polisi yang membubarkan kegiatan ibadah ditindak," kata Fahmi H Bachmid, kuasa hukum pengurus Yayasan Ya Ibad, Jumat (3/10).
Sekretaris Yayasan Ya Ibad, Amir Mahfud mengatakan, pada malam pembubaran paksa itu puluhan jemaah Masjid Nurullah tengah shalat, membaca Al Qur'an dan itiqaf di lantai dua untuk menyambut datangnya Lailatul Qadar.
Namun pada pukul 22.30 mendadak puluhan anggota polisi berseragam lengkap dan preman dari Kepolisian Resor Surabaya Selatan menyerbu masuk ke dalam masjid untuk membubarkan kegiatan tersebut. Tiga jemaah yang bersikeras menolak dibubarkan sempat dipukul dan dipelintir tangannya.
Usai pembubaran paksa itu salah seorang jemaah yang bernama Sigit Mulyono sempat dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jatim untuk mendapatkan perawatan. "Tangannya patah dan badannya memar-memar," kata Amir.
Sebagai bukti, Amir memberikan cakram padat berisi rekaman pembubaran paksa itu. Dalam rekaman berdurasi sekitar tujuh menit yang diberi judul "Tragedi Jumat 26 September itu memang terlihat puluhan polisi merangsek masuk masjid dan menyuruh keluar orang-orang yang ada di dalamnya.
Di tengah suasana gaduh beberapa polisi terekam tidak mencopot sepatunya saat memasuki masjid. "Itu termasuk yang kami laporkan," kata Fahmi.
Menurut informasi, polisi membubarkan kegiatan itu karena sejak Mei lalu Masjid Nurullah yang juga sekaligus sebagai Sekretariat Yayasan Ya Ibad ditutup polisi karena hendak diserbu massa dari masyarakat sekitar. Penyebabnya, ketua yayasan tersebut, KH Moch. As'ad Fauzani dituduh melakukan pelecehan seksual kepada 18 santriwatinya.
Hingga kasus Fauzani dalam proses hukum, polisi belum mengijinkan penggunaan tempat ibadah itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Namun pada 26 September lalu sejumlah jemaah nekad beribadah di masjid itu. "Polisi tidak berhak menutup masjid," kata Fahmi.
Kukuh S Wibowo