TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar, meminta Panglima TNI bersama pemerintah dan DPR segera membahas agenda reformasi peradilan militer. “Agenda ini merupakan hal yang mendesak agar peradilan tak lagi dijadikan sebagai sarana legitimasi impunitas,” kata Rivanlee dalam Catatan Hari TNI 2021 yang dirilis, pada Selasa, 5 Oktober 2021.
Hasil pemantauan KontraS selama Oktober-2021-September 2021 menunjukkan reformasi peradilan militer jalan di tempat. Rivanlee mengatakan, banyak kasus kekerasan yang dilakukan anggota TNI, tetapi hanya diselesaikan lewat peradilan militer. Padahal kasus-kasus tersebut memuat unsur tindak pidana. Bahkan, dalam beberapa kasus, mekanisme peradilan tidak dijalankan sama sekali.
Berbagai kasus kekerasan yang mayoritas adalah tindakan penganiayaan, kata Rivanlee, hukuman yang dijatuhkan hanya berkisar hitungan bulan. “Hal tersebut tentu saja begitu ringan dan tidak menimbulkan efek jera,” katanya.
Salah satu kasus yang tercatat oleh KontraS antara lain kasus pembunuhan warga Tanjung Priok bernama Jusni. Dari kasus Jusni, Rivanlee menemukan bahwa sistem peradilan militer memang sangat problematis.
Mulai dari Pengadilan Militer II-08 Jakarta hingga adanya Putusan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, KontraS mengindikasikan sejak awal proses peradilan tersebut hanyalah sekedar formalitas semata, dan dimaksudkan untuk tidak mengungkap fakta yang sebenarnya.
Pada kasus tersebut, kata Rivanlee, putusan tingkat banding Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta memutuskan penghapusan sanksi pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer kepada Letda Oky Abriansyah dan Serda Mikhael Julianto Purba yang merupakan anggota TNI dari kesatuan Satangair Pusbekangad Yonbekang 4/Air.
Ditiadakannya pidana tambahan ini membuktikan bahwa peradilan militer bukanlah tempat yang tepat untuk mengadili anggota TNI yang melakukan tindakan pidana atau kejahatan. “Sebab melalui peradilan militer terjadi praktik-praktik upaya perlindungan atau pengistimewaan bagi personel militer yang melakukan kejahatan,” ujar dia.
Menurut Rivanlee, agenda reformasi sistem peradilan militer menjadi penting karena menyangkut kebijakan hukum, pertahanan hingga keamanan dari produk rezim Orde Baru yang harus direformasi secara meluas.
Baca juga: Hari TNI, KontraS Sebut Tendensi Kekerasan Masih Jadi Masalah Utama
FRISKI RIANA