TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Rizal Ramli mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait ambang batas pemilihan presiden atau presidential threshold. Menurut dia, ambang batas pemilihan presiden harus berada di angka nol untuk menyelamatkan Indonesia dari praktik demokrasi kriminal.
Ia didampingi Abdul Rachim dan pakar hukum tata negara, Refly Harun pada Jumat siang di Mahkamah Konstitusi. Rizal mengajukan duduk perkara untuk menghapus presidential treshold karena banyak pihak yang turut prihatin dengan demokrasi Indonesia.
"Saya dalam kesempatan ini bersama Insinyur Abdul Rachim, teman saya dipenjara tahun 1978. Karena kita pada waktu itu berjuang agar Indonesia dari sistem negara otoriter jadi negara demokrasi. Dan agar supaya Indonesia bersih dari KKN. Tapi ternyata butuh waktu yang lama sampai cita-cita itu tercapai," kata Rizal Ramli di Jakarta, Jumat, 4 September 2020.
Rizal menilai demokrasi di Indonesia semakin hari semakin tercederai dengan suburnya praktik demokrasi kriminal. Ia lantas mempersoalkan masalah politik uang yang membuat bursa politik di Indonesia makin tidak kompetitif dan selektif.
"Jadi yang terjadi ini, demokrasi kriminal inilah yang merusak Indonesia. Karena yang memilih sebelumnya itu cukong-cukong. Kemudian cukongnya membantu biaya survei. Cukongnya membantu buzzer, influencer, dan media," kata Rizal Ramli.
Sementara itu, hal yang sama juga dikatakan oleh pakar hukum Refly Harun. Ia mengajukan agar MK menghapus presidential threshold atau berada di angka nol agar pemilihan presiden ke depannya lebih demokratis dan kompetitif.
Pertimbangan tersebut, ucap Refly, agar menjadi acuan bagi demokrasi Indonesia untuk menghadirkan pemimpin-pemimpin berkualitas dalam kontestasi politik ke depannya. "Dan yang penting adalah untuk menghilangkan demokrasi kriminal," tandas Refly.
YEREMIAS A. SANTOSO