TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch meminta hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak praperadilan yang diajukan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Menurut ICW, tak ada alasan bagi pengadilan menerima permohonan praperadilan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Tidak ada alasan sebenarnya bagi Pengadilan untuk menerima permohonan praperadilan dari Nurhadi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Sabtu, 14 Maret 2020.
Kurnia mengingatkan bahwa ada Surat Edaran MA Nomor 1 Tahun 2018. Surat edaran itu menegaskan tersangka yang melarikan diri dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang tidak bisa mengajukan praperadilan.
Dalam kasus ini, KPK telah memasukan Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto ke dalam daftar buronan. Status itu didukung bukti bahwa KPK telah mengirim surat kepada Kepolisan RI untuk meminta bantuan pencarian dan penangkapan Nurhadi.
Kurnia meminta publik untuk memantau putusan praperadilan yang akan dibacakan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 16 Maret 2020. Dia bilang putusan ini penting. "Jangan sampai upaya untuk membongkar praktik kotor mafia peradilan dihentikan," kata dia.
KPK menetapkan Nurhadi menjadi tersangka penerima suap terkait pengaturan perkara di MA. Ia dan menantunya diduga menerima Rp 46 miliar dari Hiendra untuk memainkan putusan pengadilan.
Nurhadi sempat mengajukan praperadilan pada Januari lalu, namun ditolak. Ia kemudian kembali mengajukan praperadilan untuk kedua kalinya pada awal Februari. Nurhadi tetap mengajukan upaya hukum itu kendati tak diketahui keberadaannya. KPK telah menyambangi belasan lokasi di Jakarta, Surabaya dan Tulungagung untuk mencari buronan ini, namun belum ketemu