TEMPO.CO, Jakarta - Tim advokasi kasus Novel Baswedan mengkritik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan berkas perkara ini sudah lengkap atau P21.
Menurut anggota tim Alghiffari Aqsa, Kejaksaan tertutup dan tidak profesional dalam menangani kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik KPK tersebut.
"Seolah-olah Kejati DKI Jakarta hanya jadi tukang stempel berkas Kepolisian dan mengantarkannya ke pengadilan," ucap Alghiffari Aqsa lewat keterangan tertulisnya pada Rabu lalu, 26 Februari 2020.
Algiffar menuturkan seharusnya Kejaksaan menyadari telah terjadi kejanggalan dalam proses penyidikan. Dia mencontohkan soal barang bukti yang hilang, seperti cangkir dan botol yang diduga digunakan pelaku dalam kasus Novel Baswedan.
Kejanggalan lainnya, dia melanjutkan, penangkapan pelaku tidak berdasarkan sketsa yang dirilis polisi. Kepolisian juga tak menjelaskan secara logis hubungan tersangka dengan bukti dan keterangan saksi pada awal penyidikan.
"Misalnya, hubungan tersangka dengan sketsa dan keterangan-keterangan primer saksi-saksi serta temuan Tim Satgas Gabungan Bentukan Kapolri 2019."
Alghifari pun mengkritik Kejaksaan yang membiarkan polisi menggunakan pasal pengeroyokan untuk menjerat tersangka kasus Novel Baswesan.
Menurut dia, terdapat fakta yang kuat bahwa ada indikasi penyerangan terhadap Novel Baswedan adalah upaya pembunuhan dan menghalangi penyidikan kasus korupsi di KPK.
Bekas Direktur LBH Jakarta tersebut berpendapat Kejaksaan seharusnya melakukan prapenuntutan dengan memeriksa saksi dan bukti, serta fakta lain.
Alghifari menyatakan tim advokasi telah menyampaikan masukan dan melayangkan surat permohonan audiensi kepada Kejati DKI Jakarta pada 12 Februari 2020. Namun, hingga saat ini Kejati DKI Jakarta tidak memberikan tanggapan.
"Hingga tim mendapat kabar bahwa berkas penyidikan dianggap lengkap," ujar dia.