TEMPO.CO, Jakarta - Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan selama di tahanan ia mencoba tak memikirkan apapun yang tidak mungkin didapatkan. “Jadi di dalam tahanan itu tidak boleh mikir apapun yang enggak bisa kita dapat,” kata Basuki saat peluncuran buku "Panggil Saya BTP" di kantor Tempo pada Senin, 17 Februari 2020.
Basuki mengatakan hal-hal sepele bisa memancing amarahnya selama minggu-minggu pertama di tahanan. Urusan membayangkan luas sebuah restoran cepat saji yang ada di depan Mako Brimob, misalnya, pun bisa membuat Basuki senewen.
Ia mengatakan pernah hampir mati karena tekanan darahnya yang rendah saat baru pertama kali ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, pada 2017. “Tensi saya pernah 70/50. Hampir mati. Karena stres di titik nadir (titik terendah dalam kehidupan) saya,” kata Ahok.
Basuki mengatakan, jika tensi darahnya tidak juga naik, akibatnya bisa menjadi gila atau depresi. Kemudian, Ahok mengatakan bahwa ada seorang dokter top di Mako Brimob datang dan melakukan cek berkala. Dokter bernama Nova itu tidak memberikan obat. Sang dokter hanya duduk, membuat teh manis hangat, minum, lalu bertanya bagaimana Ahok membentuk pasukan warna-warni Jakarta.
“Wah langsung saya cerita. Pas tensi, sudah 60. Sudah naik 70, 90. Dia bilang, ‘sudah saya tinggal dulu ya’. Dia sudah yakin pasti naik,” katanya.
Tak hanya tekanan darah yang turun, Ahok juga sulit tidur lelap. Dua pekan pertama di Mako Brimob, Basuki selalu terbangun tiap satu jam. Kemudian, ia mulai merasakan sakit dan nyeri di dada. “Terus ini panas. Saya pikir waduh ini kata orang kalau sakit dada, nyeri, jantung ini. Saya panggil penjaga,” katanya.
Penjaga tahanan, kata Ahok, mengatakan bahwa sakit yang dialami mantan Gubernur DKI Jakarta ini merupakan hal yang biasa karena kerap dialami semua orang yang baru pertama kali dipenjara. Saat ditawari untuk memanggil dokter, Ahok pun mengurungkan niatnya berobat.