TEMPO.CO, Jakarta - Warga Purworejo, Jawa Tengah, mengungkap keresahan yang timbul akibat munculnya aktivitas Keraton Agung Sejagad yang dipimpin suami-istri Totok Santosa Hadiningrat dan Fanni Aminadia.
Luhur Pambudi Mulyono, warga Purworejo, mengatakan kegiatan Keraton Agung Sejagad di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, sering dilakukan hingga larut malam.
"Sejak enam bulan sebelumnya (kegiatan) nyanyi dan doa sampai tengah malam semacam ritual," kata Luhur Pambudi Mulyono kepada Tempo hari ini, Rabu, 15 Januari 2020.
Luhur adalah anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Tengah yang juga aktivis Pemdua Pancasila.
Menurut dia, intensitas kegiatan yang meningkat selama seminggu terakhirlah yang membuat masyarakat kian resah atas kehadiran kelompok Keraton Agung Sejagad.
Akhirnya, Camat Bayan melaporkan kegiatan mereka kepada pemerintah daerah sehari setelah deklarasi atau Jumenengan, yakni 10 Januari 2020.
Laporan Camat Bayan membuat Sekretaris Daerah Kabupaten Purworejo mengadakan rapat bersama dinas-dinas terkait serta tokoh masyarakat. Hasilnya, Keraton Agung Sejagad dinilai mengganggu dan menyalahi norma masyarakat.
Walhasil, sinuhun atau raja dan istrinya yang dipanggil kanjeng ratu diringkus petugas Polda Jawa Tengah di tengah perjalanan dari kediamannya di Yogyakarta menuju lokasi keraton, Desa Pogung Jurutengah.
Sedianya, sekitar pukul 17.00 WIB Totok dan Diah hendak bertemu dengan pers untuk bicara di "keraton."
Keraton Agung Sejagad dipimpin Sinuhun (Totok Santosa Hadiningrat) dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja (Fanni Aminadia). Pengikutnya mencapai sekitar 450 orang.
Resi Joyodiningrat, Penasihat Keraton Agung Sejagad, menyatakan bahwa Keraton bukan aliran sesat seperti yang dikhawatirkan masyarakat.
Menurut dia, Keraton Agung Sejagad adalah kerajaan atau kekaisaran dunia yang muncul karena telah berakhir "perjanjian 500 tahun" terhitung sejak hilangnya Kemaharajaan Nusantara, yaitu imperium Majapahit, pada 1518 sampai 2018.
Perjanjian 500 tahun tadi, dia melanjutkan, dilakukan antara Dyah Ranawijaya sebagai penguasa Majapahit dan Portugis sebagai wakil Barat.
Wilayah kekuasaan meliputi bekas koloni Kekaisaran Romawi di Malaka pada 1518.
Dengan berakhirnya perjanjian itu, menurut Jodiningrat, berakhir pula dominasi kekuasaan Barat mengendalikan dunia yang diwakili Amerika Serikat.
Maka kekuasaan dan wilayah dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu Keraton Agung Sejagad sebagai penerus Medang Majapahit yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra.