TEMPO.CO, Yogyakarta- Dosen Fakultas Filsafat Jawa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Sindung Tjahyadi menyatakan munculnya Keraton Agung Sejagad di Purworejo bukan sesuatu yang baru.
Menurut dia, keberadaan perkumpulan-perkumpulan yang mengklain penerus Kerajaan Majapahit, semacam Keraton Agung Sejagad, itu untuk menjaga identitas atau kultural.
Semangat menjaga identitas tadi berkaitan dengan gerakan perlawanan kultural atas menguatnya politik identitas yang masif dikampanyekan oleh kelompok tertentu.
“Perlawanan terhadap politik identitas secara masif, misalnya gerakan 212 dan yang ke-Arab-araban,” kata Sindung ketika dihubungi hari ini, Jumat, 17 Januari 2020.
Dia berpendapat bahwa fenomena itu muncul seiring dengan situasi sosial, ekonomi, dan politik.
Dia mencontohkan munculnya semangat ratu adil. Bahkan, ketokohan Pangeran Diponegoro dibangun dari persemaian harapan munculnya ratu adil.
Sindung pun menyarankan pemerintah agar tidak menggunakan pendekatan keamanan dalam melihat fenomena seperti Keraton Agung Sejagad.
Tugas pemerintah mengidentifikasi mana yang terindikasi kriminal dan mana yang kultural.
Identifikasi bisa dilakukan oleh dinas pariwisata dan kebudayaan di tiap daerah.
Dia juga mengkritik pemerintah yang dinilainya tidak mempunyai strategi dan peta jalan kebudayaan untuk menghadapi tekanan globalisasi.
Sindung mencontohkan, apa yang harus dilakukan oleh orang Jawa, Bali, Padang agar bisa mempertahankan identitasnya tanpa gagap menghadapi perubahan zaman.
Perkembangan teknologi secara global. menurut Sindung, sesuatu yang harus disambut dan dikelola.