TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti bidang hukum The Indonesian Institute Muhammad Aulia Guzasiah mengatakan Program Legislasi Nasional 2020-2024 mencerminkan DPR masih menggandrungi kuantitas dibandingkan kualitas.
"Daftar Prolegnas 2020-2024 masih memperlihatkan watak kelembagaan DPR yang selama ini lebih cenderung berorientasi dan menggandrungi kuantitas ketimbang kualitas," kata Aulia di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan berdasarkan Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 yang telah ditetapkan dan disahkan DPR, terlihat jumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diusulkan dan ditetapkan dalam daftar Prolegnas mengalami peningkatan dari periode-periode yang telah lalu.
Jumlah RUU yang ditetapkan dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah untuk tahun 2015-2019 sebanyak 189 RUU, kini dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah tahun 2020-2024, mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 248 RUU atau naik sebesar 31 persen.
Angka tersebut, kata dia, menjadi jumlah RUU terbanyak kedua yang sejauh ini pernah ditetapkan dalam sebuah instrumen Prolegnas. Angka yang lebih tinggi, sebelumnya pernah ditetapkan dalam Prolegnas 2005-2009, dengan jumlah RUU sebanyak 284.
Menurut Aulia, adanya peningkatan angka-angka dalam penetapan tersebut tidak seketika menjadikan hal ini berkonotasi baik dan berkorelasi langsung dengan peningkatan kinerja lembaga legislator.
"Jika berkaca pada lanskap kinerja legislator selama 15 tahun terakhir, jumlah realisasi capaiannya tidak pernah berbanding lurus dengan jumlah peningkatan RUU yang ditetapkan dalam instrumen Prolegnas di tahun-tahun berikutnya," ujar dia.
Dia menekankan dari tahun ke tahun sejak instrumen Prolegnas ditegaskan untuk pertama kalinya dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, capaian pembentukan legislasi tidak pernah tercatat mencapai atau memenuhi 50 persen dari target yang sebagaimana ditetapkan.
"Bahkan, apabila hanya menggunakan Prolegnas Jangka Menengah, tanpa mengikutsertakan daftar RUU Kumulatif Terbuka sebagai ukuran acuannya, capaian pembentukan legislasi sejauh ini tidak pernah melebihi angka 27 persen," jelas dia.
Dia menyontohkan, capaian Prolegnas Jangka Menengah 2005-2009, dari 284 jumlah total keseluruhan RUU yang ditetapkan, hanya 54 RUU atau sebesar 19 persen saja yang kemudian berhasil disahkan dan diterbitkan menjadi Undang-Undang.
Pada periode selanjutnya, dapat diketahui bahwa dari total 262 jumlah RUU yang ditetapkan dalam Prolegnas Jangka Menengah 2010-2014, hanya sebanyak 70 RUU atau kurang lebih sebesar 27 persen saja yang berhasil disetujui dan diundangkan.
"Adapun pada periode kemarin, alih-alih memenuhi target pembentukan RUU dalam Prolegnas Jangka Menengah 2015-2019, anggota DPR yang ada justru terlihat lebih banyak mengesahkan 55 RUU kumulatif terbuka, ketimbang fokus merealisasikan daftar RUU Prolegnas tersebut," jelas dia.
Dia menekankan dari total keseluruhan 189 RUU yang dimasukkan dalam Prolegnas Jangka Menengah 2015-2019, realisasinya hanya mencapai 36 RUU atau sebesar 19 persen yang dapat disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang.
Menurut dia, dari pengalaman-pengalaman realisasi tersebut, dapat diperhatikan bahwa politik hukum legislasi yang selama ini terbentuk dan terealisasikan, selalu abai dengan instrumen-instrumen Prolegnas yang ada.
"Bahkan dapat dikatakan cenderung 'acak kadut', jika melihat gambaran utuh dari instrumen Prolegnas yang sejauh ini tersusun, selalu gagal memberikan kejelasan tujuan apa yang sebenarnya hendak dicapai," kata dia.
Dia menekankan daftar Prolegnas 2020-2024, yang masih memperlihatkan watak kelembagaan DPR yang cenderung berorientasi dan menggandrungi kuantitas ketimbang kualitas, berbanding terbalik dengan salah satu poin rekomendasi hasil evaluasi kinerja legislasi Baleg DPR RI 2014-2019 tertanggal 6 November 2019, yang justru menyatakan sebaliknya.
"Selain itu, hal ini tentunya juga bertentangan dengan semangat pasal carry over dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan terbaru, dan tidak sejalan dengan itikad Pemerintah yang hendak menyederhanakan perundang-undangan menjadi satu undang-undang dengan omnibus law," kata dia.
ANTARA