Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Urgensi Hak Angket BBM

image-gnews
Iklan
Sesuai dengan Pasal 20-A UUD 1945 ayat (1), Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Untuk melaksanakan fungsinya ini, merujuk pasal yang sama ayat (2), DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Hal ini ditegaskan pula dalam Peraturan Tata Tertib DPR.Kali ini DPR merasa perlu memakai hak angket karena hak ini sifatnya investigatif: menggali keterangan para ahli dan semua pihak terkait dengan produksi, distribusi, dan konsumsi bahan bakar minyak. Dengan memakai hak angket, diharapkan ada konklusi yang lebih obyektif, bukan asal kritis. Sebab, orientasi angket menyelidiki dan mencari solusi. Jadi lebih mendalam dan komprehensif ketimbang interpelasi.Dalam konteks inilah relevansi hak angket BBM. Sebab, yang ingin diketahui DPR bukan sebatas mendengar apologi pemerintah, melainkan menguak lebih jauh ada apa sebenarnya di balik kebijakan minyak kita selama ini. Sebab, sejauh ini terlalu banyak hal terkait dengan BBM yang terkesan ditutup-tutupi. Tentang berapa biaya riil yang dikeluarkan Pertamina untuk mengolah minyak mentah per barel atau berapa sesungguhnya produksi dan konsumsi riil minyak kita, misalnya, tak ada yang tahu. Sementara total impor BBM dan produksi minyak kita secara teoretis melebihi total konsumsi. Ke mana sisanya? Maka, kenaikan harga BBM hanyalah pintu masuk guna menguak misteri itu.Selain itu, urgensi usul hak angket BBM terkait pula dengan kelirunya struktur berpikir pemerintah. Pemerintah melupakan amanat konstitusi bahwa salah satu tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 paragraf ke-4, ialah memajukan kesejahteraan umum. Tujuan ini diderivasikan dalam Pasal 27 UUD 1945 ayat (2) bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Juga Pasal 28-H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.Sementara itu, Pasal 33 UUD 1945 ayat (1) menyatakan perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan. Dalam ayat ini tersirat maksud para pendiri negara bahwa perekonomian Indonesia tidak diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Sebab, mekanisme pasar tak menjamin tegaknya keadilan, terutama keadilan distributif, bagi lapisan rakyat yang termiskin dan terpinggirkan. Di sinilah perlunya negara ikut campur secara langsung dalam perekonomian, antara lain berupa penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti amanat Pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Demikian pula bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, seperti ditetapkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.Terkait dengan rujukan konstitusional itu, menjadi ironis, saat rakyat kebanyakan ditimpa kesulitan hidup lantaran naiknya harga kebutuhan pokok seperti pangan dan sandang, pemerintah tega menaikkan harga BBM rata-rata 28,7 persen per 24 Mei 2008. Patut diingat, kenaikan ini yang ketiga kali sejak SBY menjabat presiden.Sementara itu, kelangkaan dan kenaikan komoditas pangan terjadi sejak 2007 hingga inflasi bahan pangan dua kali lipat inflasi umum dan kian menurunkan kesejahteraan rakyat miskin. Padahal nyaris 80 persen pendapatan warga miskin rata-rata habis untuk kebutuhan pangan. Harga bahan-bahan kebutuhan pokok kembali terkatrol begitu pemerintah menaikkan harga BBM. Karena itu, kebijakan menaikkan harga BBM sangat potensial makin menjauhkan negara dari tujuan memajukan kesejahteraan umum atau mengusahakan penghidupan layak bagi rakyat, serta menambah daftar panjang rakyat miskin yang kian membengkak selama era duet SBY-JK.Konspirasi Anti-AngketMeski bertujuan mulia demi menjalankan amanat konstitusi, dua kali upaya DPR melaksanakan fungsi pengawasannya dengan memakai instrumen hak angket ini--selama pemerintahan SBY-JK--selalu gagal atau digagalkan. Di satu sisi, ada aura ketakutan pemerintah bahwa angket maupun interpelasi bakal bermuara pada pemakzulan presiden. Hal ini, misalnya, dibuktikan dengan selalu tak hadirnya Presiden SBY jika DPR menggelar hajatan interpelasi.Namun, di sisi lain, mayoritas anggota DPR dan pemerintah patut diduga telah dikooptasi oleh kekuatan-kekuatan asing dan investor perminyakan asing yang sangat takut jika pengelolaan migas atau BBM ini dibuat transparan lewat hak angket. Ketiga unsur ini kemudian, sengaja atau tidak, membentuk konspirasi yang bermuara pada selalu mandulnya usulan hak angket BBM. Makanya, tak mengherankan, tiga kali muncul usulan hak angket DPR tentang kenaikan harga BBM, tiga kali pula konspirasi tersebut berupaya menggagalkannya.Angket BBM pertama terjadi 22 Maret 2005, menyusul kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 29 persen (28 Februari 2005). Angket BBM kedua pada 24 Januari 2006 setelah BBM kembali dinaikkan pemerintah sebesar 128 persen (1 Oktober 2005). Terakhir, pemerintah menaikkan lagi harga BBM sebesar 28,7 persen (24 Mei 2008) yang diikuti usul hak angket DPR pada 3 Juni 2008. Menurut rencana, besok pagi sidang paripurna DPR baru akan mengambil keputusan apakah usul hak angket terakhir ini akan diteruskan menjadi pelaksanaan hak angket ataukah tidak.Dan tampaknya usaha menggalang upaya penggagalan usul hak angket BBM ini terus dilakukan pemerintah dan konspiratornya di lembaga parlemen. Padahal sebenarnya pemerintah tak perlu takut dengan pelaksanaan hak angket BBM ini. Justru sebaliknya, pemerintah harusnya berterima kasih kepada DPR. Sebab, dengan pelaksanaan hak angket BBM ini nanti, pengelolaan migas negeri kita yang selama ini diselubungi misteri dan tidak ada transparansi akan dapat dibuka secara gamblang kepada publik. Toh, pemerintah sendiri selama ini gagal mendobrak ketidaktransparanan pengelolaan minyak tersebut. Adapun ketidaktransparanan pengelolaan migas ini juga digarisbawahi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana telah disampaikan kepada DPR pada 3 Juni 2008.Dalam sambutannya ketika menyampaikan hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2007 ini, Ketua BPK Anwar Nasution mengatakan, "Penerimaan migas tidak transparan dan tidak disetor langsung ke kas negara sesuai dengan mekanisme APBN. Penerimaan migas tersebut dicatat terlebih dulu pada rekening di luar rekening kas negara. Sebagian daripadanya kemudian disetorkan ke kas negara sesuai dengan target APBN dan sebagian lainnya digunakan langsung untuk pengeluaran-pengeluaran yang tidak dipertanggungjawabkan dalam APBN."Jadi, jika psikologi ketakutan masih saja menguasai benak Presiden SBY, patut diduga bahwa SBY memang tidak mampu bersikap tegas terhadap kepentingan negara asing dan perusahaan-perusahaan multinasional asing. Inilah yang akhirnya mengakibatkan pemerintah terkesan seolah-olah memiliki agenda membungkam fungsi pengawasan DPR. Dengan kata lain, pemerintah seolah-olah sengaja menjadikan lembaga DPR tukang stempel atau pelegitimasi kebijakan-kebijakannya belaka seperti pernah puluhan tahun dilakukan rezim Orde Baru.Jika ini yang masih saja bakal terjadi, kini semuanya kembali kepada rakyat, media massa, dan LSM untuk terus melakukan pengawasan atas sikap dan kinerja pemerintah. Terutama media massa--sebagai pilar keempat sistem demokrasi--harus terpanggil ke depan untuk membongkar mafia serakah di balik kongkalikong bisnis perminyakan Indonesia. Ini penting tatkala lembaga DPR dengan sengaja dibikin impoten oleh pemerintah dan kekuatan-kekuatan konspiratornya di belakangnya. *Aria Bima, anggota DPRRI Fraksi PDI Perjuangan; Pengusul Hak Angket BBM
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Pakar IPB Ungkap Dampak Nasi Beras Merah Campur dengan Putih

21 November 2023

Salah seorang pedagang menunjukan jenis beras sentra ramos di Pasar Tanah Merah Mutiara Gading Timur, Mustika Jaya, Bekasi, Jawa Barat, 19 Mei 2015. Beras yang berasal dari Karawang dengan merk sentra ramos diduga merupakan beras bercampur bahan sintetis. ANTARA FOTO
Pakar IPB Ungkap Dampak Nasi Beras Merah Campur dengan Putih

Mengonsumsi nasi atau beras merah saat ini dianggap menjadi sebuah solusi saat menjalani gaya hidup sehat.


Seragam Khusus Koruptor

13 Agustus 2008

Seragam Khusus Koruptor

Ide Komisi Pemberantasan Korupsi tentang seragam khusus dan memborgol koruptor baru-baru ini telah menjadi perbincangan hangat berbagai kalangan masyarakat.


Presiden Kaum Muda

1 Agustus 2008

Presiden Kaum Muda

Kini semakin banyak muncul calon presiden di republik ini. Rata-rata berusia di atas 40 tahun. Kalau menurut ukuran Komite Nasional Pemuda Indonesia, usia itu termasuk tua.


SOS Sektor Ketenagalistrikan

16 Juli 2008

SOS Sektor Ketenagalistrikan

Berbagai kebijakan yang digulirkan pemerintah, selain tidak kondusif untuk mengembangkan ketenagalistrikan secara sehat, bahkan, dalam banyak hal, justru bersifat destruktif terhadap sektor ketenagalistrikan itu sendiri.


Membersihkan Korupsi Kejaksaan

2 Juli 2008

Membersihkan Korupsi Kejaksaan

Bukti rekaman antara Artalyta Suryani dan pejabat tinggi Kejaksaan Agung yang diperdengarkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sungguh memukul dan membuat kecewa seluruh jajaran korps Adhiyaksa.


Meningkatkan Kedewasaan Bangsa

18 Juni 2008

Meningkatkan Kedewasaan Bangsa

Setelah sembilan tahun reformasi, adakah pers kita sudah lebih dewasa? Sebagai Ketua Umum Serikat Penerbit Suratkabar yang baru (menggantikan Bapak Jakob Oetama), saya harus banyak bertemu dengan tokoh pers dan keliling daerah se-Indonesia.


Mengkorupsi Bea dan Cukai

7 Juni 2008

Mengkorupsi Bea dan Cukai

Instansi Bea dan Cukai dalam beberapa hari ini telah menjadi sorotan publik yang luar biasa. Hal ini terjadi setelah Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan inspeksi mendadak di Kantor Pelayanan Utama Bea-Cukai Tanjung Priok, Jumat, 30 Mei 2008.


Menggali Jejak Kebangkitan

21 Mei 2008

Menggali Jejak Kebangkitan

Bagaimanakah kita harus memaknai seratus tahun kebangkitan nasional? Rasa-rasanya, bagi kebanyakan orang saat ini, sebuah perayaan sebagai bentuk parade sukacita bukanlah pilihan.


Gagalnya Manajemen Perparkiran

9 Mei 2008

Gagalnya Manajemen Perparkiran

Di tengah kegelisahan masyarakat atas melambungnya berbagai harga bahan kebutuhan pokok dan kenaikan harga bahan bakar minyak, Pemerintah DKI Jakarta justru menyeruak dengan kebijakan yang rada ganjil: menggembok mobil.


Penggeledahan Ruang Dewan

30 April 2008

Penggeledahan Ruang Dewan

Untuk kesekian kalinya, langkah hukum Komisi Pemberantasan Korupsi mendapat tentangan dari lembaga tinggi negara.