TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah akan melanjutkan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada Rabu siang.
“Rapat RKUHP jam 2,” kata anggota Fraksi Demokrat Erma Suryani Ranik kepada wartawan, Selasa malam 17 September 2019.
Erma mengatakan RKUHP dan revisi Undang-Undang Pemasyarakatan (UU PAS) harus diselesaikan beriringan. Karena terdapat pasal-pasal yang mengatur soal pidana kerja sosial yang diatur dalam RKUHP baru, dan aplikasinya diatur dalam RUU PAS.
“Harus disiapkan semuanya, dan kami berharap sistem pemasyarakatan kita kompatibel,” kata dia.
Menurut Erma, Indonesia berkaca pada sistem pemasyarakatan Belanda. Menurut studi banding yang ia lakukan dengan pihak pemasyarakatan Belanda, untuk mengatasi over kapasitas lapas diperlukan reformasi KUHP dan sistem pemasyarakatan.
Baca Juga:
Ia mengklaim hal ini akan mengurangi jumlah narapidana, maupun kejahatan, serta dampak dari kejahatan itu sendiri. “KUHP baru kami buat, kalau misalnya korbannya sudah memaafkan, dan tindak kejahatannya tidak seberapa, ya, dibuat mekanismenya restorasi justice,” ucap dia.
Koalisi Masyarakat Sipil sebelumnya getol mengkritik draf RKUHP. Mereka menilai masih banyak pasal-pasal yang perlu diperdebatkan. Misalnya pasal yang mengatur pidana penghinaan terhadap presiden, dan pemerintah. Pasal yang mengatur publikasi tanpa izin, yang dianggap membatasi kebebasan pers, serta penerapan living law, yang memungkinkan aparat penegak hukum menegakkan hukum sesuai ‘hukum adat’ yang berlaku.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati menilai pasal-pasal dalam draf RKUHP tersebut dinilai masih berwatak kolonial, bertentangan dengan niat merevisi undang-undang peninggalan Belanda itu. "Masih banyak pasal-pasal yang rasa kolonial," kata dia kepada Tempo, Ahad, 15 September 2019.
FIKRI ARIGI | BUDIARTI UTAMI PUTRI