TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) curhat atas banyaknya kritik terhadap kinerja mereka. Anggota Pansel Capim KPK Hendardi menyebut ada dinamika politik yang sangat tinggi sejak mereka diberi SK.
"Kami terima SK hari pertama, hari kedua sudah dikritik kok," ujar Hendardi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Pansel Capim KPK dengan Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan pada Senin, 9 September 2019.
Hendardi mengeluhkan banyak kritik terhadap Pansel dan ketidakpuasan koalisi masyarakat sipil atas kinerja mereka. "Saya tanya, mereka memangnya menang pemilu, bisa mengatasnamakan publik? Lagipula kami bukan alat pemuas," ujar dia.
Menurut Hendardi, Pansel sudah bekerja dengan profesional dan memegang integritas. "Kami tidak mau didikte oleh siapa pun. Usaha mendikte pansel dengan mengatasnamakan publik itu tidak menjadi pertimbangan yang terlalu berlebihan kepada kami," ujar dia.
Ketua Setara Institute malah mempertanyakan kepada DPR ihwal dinamika politik yang dinilai berefek pada kritik keras kinerja Pansel. "Kenapa dinamika politik itu terjadi? Mengapa pansel kali ini, sejak awal terima SK sudah dikritik. Ini wilayah politik DPR menganalisa apa yang terjadi," ujar Hendardi.
Kinerja Capim KPK selama ini memang santer dikritik oleh masyarakat sipil terkait. Salah satunya yang sejak awal dikritik, karena Pansel meloloskan Firli Bahuri yang pernah tersangkut kasus pelanggaran etik. Saat menjadi Deputi Penindakan KPK, Firli pernah bertemu dengan Tuan Guru Bajang Zainul Majdi, ketika itu Gubernur Nusa Tenggara Barat.
Pertemuan itu dipersoalkan lantaran KPK juga tengah menyelidiki kasus dugaan suap divestasi Newmont yang menyeret nama TGB. Zainul berstatus saksi dalam perkara itu.
DEWI NURITA