TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyarankan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
“Saya kira lebih bijak menunda ini, dan mengaku saja mereka memang tidak mampu selama satu periode ini,” kata Lucius saat dihubungi Kamis 29 Agustus 2019.
Menurut Lucius ada banyak kontroversi dalam draft RKUHP yang belum tuntas dibahas, baik oleh DPR maupun masyarakat sipil. Ia mengatakan memaksakan untuk mengesahkan RUU di akhir periode ini, bisa jadi sangat berisiko.
Lucius menambahkan, walaupun DPR mengesahkan RKUHP, tak akan memperbaiki catatan buruk terhadap mereka periode ini. “Jangan hanya karena kemudian kita kritis soal lambannya kinerja DPR, berdasarkan pembahasan RUU KUHP lalu mereka merasa terdesak untuk mengesahkan,” ucap dia.
Anggota Komisi III DPR RI yang membidangi hukum, hak asasi manusia, dan keamanan, Desmond Junaidi Mahesa, mengatakan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) sudah selesai, dengan beberapa catatan. Menurutnya RKUHP akan disahkan pada 24 September nanti, sesuai dengan jadwal. “Insya Allah (akan dirampungkan), kan sudah diagendakan tanggal 24 September, kalau selesai,” tuturnya.
Baca Juga:
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah, mengakui ada beberapa poin dalam RKUHP yang saat ini masih menuai kritik. Seperti pasal penghinaan presiden, LGBT, dan hukum adat. Meski begitu, kata dia, masyarakat yang tidak puas dapat mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
FIKRI ARIGI