TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Baiq Nuril Maknun menyambangi Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk menyerahkan 132 surat permohonan penangguhan penahanan pada Jumat, 12 Juli 2019. Baiq Nuril didampingi anggora DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka dan Kuasa Hukum Joko Jumadi.
Baca: Kasus Baiq Nuril, Pemerintah Pertimbangkan Tinjau Ulang UU ITE
Sebanyak 132 surat permohonan penangguhan itu terdiri dari 2 DPRD provinsi, 3 DPRD kota, 14 DPRD kabupaten, 36 lembaga, dan 76 perorangan. Atas permohonan itu, Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan, sesungguhnya penahanan Baiq Nuril harus ditangguhkan pelaksanaannya.
"Dalam hal ini kejaksaan telah melihat kemanfaatan dari proses hukum ini. Oleh karenanya waktu itu pun eksekusi putusannya juga ditangguhkan pelaksanaannya," kata Prasetyo sesaat setelah menemui Baiq di kantornya pada Jumat, 12 Juli 2019.
Menurutnya, langkah hukum yang diambil oleh Baiq Nuril telah memberikan pelajaran berharga untuk banyak pihak agar tak terjadi lagi kasus serupa di masa yang akan datang.
"Untuk Ibu Baiq, tidak perlu khawatir dan ketakutan akan dieksekusi dimasukkan ke jeruji besi. Kami akan lihat perkembangan selanjutnya," katanya.
Sebelumnya, Prasetyo telah mengatakan bahwa kejaksaan akan menunda eksekusi mantan staf tata usaha SMAN 7 Mataram itu. "Saya tidak akan buru-buru. Kami akan tentunya melihat bagaimana aspirasi masyarakat, rasa keadilan, dan seterusnya," kata Prasetyo di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin, 8 Juli 2019.
Baca: Pemerintah Keluarkan Rekomendasi Amnesti untuk Baiq Nuril
Prasetyo menjelaskan sejatinya Baiq telah menggunakan semua hak hukumnya untuk membela diri meski berujung pada penolakan peninjauan kembali kasusnya. Namun Prasetyo mempersilakan Baiq untuk meminta amnesti kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
HALIDA BUNGA FISANDRA