TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun sebagai tersangka kasus korupsi perizinan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam. KPK juga menersangkakan tiga orang lainnya, yakni Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Budi Hartono, dan seorang pengusaha bernama Abu Bakar.
Baca: Suap Izin Reklamasi, KPK Tahan Gubernur Kepri Nurdin Basirun
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan Nurdin dan dua anak buahnya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Abu Bakar terkait pengurusan izin reklamasi. "Nurdin diduga menerima uang dari ABK baik secara langsung maupun melalui EDS dalam beberapa kali kesempatan," kata Basaria di kantor KPK, Kamis, 11 Juli 2019.
Nurdin menjabat sebagai Gubernur Kepulauan Riau sejak 25 Mei 2016. Nurdin yang awalnya merupakan wakil gubernur ini naik pangkat menggantikan Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani yang meninggal pada 8 April 2016.
Sani (almarhum) dan Nurdin sebelumnya maju di pemilihan gubernur Riau tahun 2015. Keduanya diusung gabungan lima partai, yakni Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Gerindra. Nurdin sebelumnya juga menjabat sebagai Ketua DPW Partai Nasdem Kepulauan Riau. Dia diberhentikan dari jabatan Ketua DPW setelah terkena operasi tangkap tangan KPK.
Nurdin bukan gubernur pertama yang terjerat rasuah. Berderet sejumlah nama lainnya, di antaranya sebagai berikut.
1. Gubernur Aceh Irwandi Yusuf
Irwandi Yusuf terjaring OTT KPK pada 3 Juli 2018. Pada 8 April lalu, Irwandi divonis tujuh tahun penjara terkait kasus suap dan gratifikasi. Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Syaifuddin menyatakan Irwandi terbukti menerima suap Rp 1,05 miliar dari Bupati Bener Meriah Ahmadi. Uang diberikan agar Irwandi menyetujui pengusaha asal Bener Meriah menggarap proyek-proyek di kabupaten tersebut yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh.
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan setelah terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 4 Juli 2018. Penyidik KPK resmi melakukan penahanan selama 20 hari pertama terhadap Irwandi Yusuf dan staf khusus Gubernur Aceh, Hendri Yuzal, dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait dengan pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Daerah Khusus Aceh tahun anggaran 2018. TEMPO/Imam Sukamto
Selain menerima suap, hakim Syaifuddin juga menyatakan Irwandi terbukti menerima gratifikasi saat menjadi Gubernur Aceh periode 2017-2018. Jumlah duit yang diterima Irwandi mencapai Rp 8,7 miliar dari pengusaha terkait proyek. Selain divonis tujuh tahun, Irwandi juga dihukum membayar denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dalam pencalonannya di pilgub Aceh 2017, Irwandi diusung oleh Partai Nasional Aceh, Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Irwandi merupakan pendiri PNA, sekaligus menjabat ketua umum.
2. Gubernur Jambi Zumi Zola
Kepala daerah yang juga mantan pesinetron ini ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 2 Februari 2018. Akhir tahun lalu, tepatnya 6 Desember 2018, Zumi divonis enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Majelis hakim menyatakan Zumi terbukti bersalah karena menerima gratifikasi dan menyuap anggota DPRD Provinsi Jambi. Menurut hakim, Zumi menerima gratifikasi senilai Rp 37,4 miliar, US$ 173 ribu dan Sing$ 100 ribu sejak Februari 2016 hingga November 2017. Selain itu, Zumi menerima 1 unit mobil Toyota Alphard.
Terdakwa kasus suap dan gratifikasi terkait proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Jambi, Zumi Zola (kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya saat sidang lanjutannya diskors di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 8 Oktober 2018. ANTARA
Hakim menyatakan Zumi menerima hadiah itu melalui tiga orang kepercayaannya, yakni Apif Firmansyah, Asrul Pandapotan Sihotang dan Arfan selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jambi.
Zumi sebelumnya merupakan politikus Partai Amanat Nasional. Maju di pilgub Jambi 2015, dia diusung oleh PAN, Partai Nasdem, Partai Golkar, Partai Hanura, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Bulan Bintang.
3. Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti
KPK awalnya melakukan OTT terhadap istri Ridwan Mukti, Lili Madari pada 20 Juni 2017 dan membawanya ke Markas Kepolisian Daerah Bengkulu. Tak lama berselang, Ridwan Mukti mendatangi Mapolda Bengkulu. Pada 11 Januari 2018, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu memvonis Ridwan dan Lili delapan tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider dua bulan penjara.
Tak terima dengan vonis itu keduanya kemudian mengajukan banding. Namun, Pengadilan Tinggi Bengkulu menolak banding yang diajukan dan menjatuhkan vonis lebih berat, yakni sembilan tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider dua bulan kurungan.
Gubernur Bengkulu nonaktif, Ridwan Mukti (tengah), seusai menjalani pemeriksaan pertama kalinya setelah dilakukan penahanan, di gedung KPK, Jakarta, 7 Juli 2017. Ridwan Mukti diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap fee proyek jalan di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Dok.TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Hakim juga mencabut hak politik mantan ketua DPD Partai Golkar Bengkulu itu selama lima tahun setelah dia menjalani hukuman. Ridwan terlibat dalam kasus suap Rp 1 miliar untuk pengerjaan dua proyek pembangunan jalan di Provinsi Bengkulu. Dalam perkara itu, Ridwan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada pertengahan tahun lalu.
Ridwan Mukti sebelumnya maju pilgub Bengkulu pada 2015 dengan diusung Partai Golkar, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hanura, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), PAN, Gerindra, dan Partai Persatuan Pembangunan.
4. Gubernur Banten Ratu Atut
Ratu Atut Chosiyah divonis lima tahun enam bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan pada Juli 2017 atas perkara korupsi alat kesehatan di Provinsi Banten. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang sebelumnya meminta Atut dihukum delapan tahun penjara.
Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, kembali menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Gedung KPK, Jakarta, 16 Februari 2017. Atut akan menghadapi sidang dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di Provinsi Banten pada tahun anggaran 2011-2013, yang merugikan negara sedikitnya Rp 30,2 miliar, yang akan dilimpahkan ke Pengadilan atau P21. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Dalam perkara korupsi pengadaan alat kesehatan, Atut terbukti telah merugikan negara senilai Rp 79,79 miliar. Kerugian itu akibat dari perbuatan Atut yang mengatur proses penyusunan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada APBD 2012 dan APBD Perubahan 2012 dan pelaksanaan anggaran pada pelelangan pengadaan alat kesehatan (alkes) RS Rujukan pemerintah Provinsi Banten Tahun Anggaran 2012.
Baca: KPK Tetapkan Gubernur Kepri Tersangka Suap Izin Reklamasi
Atut, yang berpasangan dengan Rano Karno di pilgub Banten 2012, diusung gabungan partai yang terdiri dari Partai Golkar, PDIP, Partai Gerindra, Partai Hanura, Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Persatuan Daerah (PPD), PKB, PAN, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI), dan Partai Damai Sejahtera (PDS).
BUDIARTI UTAMI PUTRI | ROSSENO AJI NUGROHO