TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Mayor Jenderal TNI (Purn) Soenarko, Ferry Firmanurwahyu mengatakan telah mengajukan permohonan penangguhan untuk kliennya. Dia pun berharap kepolisian mengabulkan permohonan itu.
Baca juga: Kuasa Hukum dan Sejumlah Purnawirawan TNI Bela Soenarko
"Kami udah mengajukan permohonan penangguhan. Tolonglah pihak kepolisian penyidik pertimbangkanlah berdasarkan kebijakannya untuk Mayjen TNI purnawirawan Soenarko itu," kata Ferry di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Jumat, 31 Mei 2019.
Ketua Umum Advokat Senopati 08 yang juga tim kuasa hukum Soenarko lainnya, Zaenal Abidin, meminta kepolisian mempertimbangkan sungguh-sungguh soal penangguhan itu. Dia mendesak lantaran saat ini menjelang hari raya Idul Fitri. Kata Zaenal, jangan sampai Soenarko tak bisa berlebaran bersama keluarganya.
Selain itu, Zaenal berargumen kliennya tak melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan. Dia mewanti-wanti agar polisi tak membuat para sahabat Soenarko kecewa.
"Jangan bikin sakit hati kawan-kawannya ini. Beliau bukan teroris, bukan koruptor, dan tidak melakukan kejahatan yang dituduhkan. Makanya tolong pertimbangkan," kata Zaenal di lokasi yang sama.
Zaenal dan Ferry kemudian bergantian menjelaskan kronologi penangkapan dan penahanan Soenarko. Menurut Ferry, polisi melanggar aturan hukum acara pidana dalam penetapan Soenarko sebagai tersangka.
Dia berujar, pada 19 Mei kliennya mendapat panggilan untuk diperiksa keesokan harinya. Soenarko diperiksa sebagai saksi atas tersangka BP dan ZN, pembawa senjata dari Aceh dan penerima yang menunggu di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.
Menurut Ferry, Soenarko diperiksa dari pukul 09.00 hingga 17.30. Ketika itu, kata Ferry, ada dua perwakilan Badan Intelijen Strategis bernama Marsekal Margono dan Letnan Jenderal Asep yang berkunjung ke Pusat Polisi Militer TNI.
Kemudian sekitar satu atau dua jam setelahnya, ujarnya, aparat kepolisian datang melakukan pemeriksaan. Ferry mengatakan setelah itu tiba-tiba keluar surat bahwa Soenarko menjadi tersangka.
"Untuk menetapkan seorang jadi tersangka itu kan harus gelar perkara. Tidak bisa tiba-tiba seperti itu. Ya enggak bener dong," ucapnya.
Ferry sekaligus membantah versi lain yang menyebut Soenarko ditangkap di bandara atau dijemput di rumahnya di Cibubur, Jakarta Timur. Dia mengatakan kliennya datang secara sukarela dan niat baik ke Puspom TNI untuk menjadi saksi.
Menurut Zaenal Abidin, tim kuasa hukum keberatan dengan tidak adanya proses penyelidikan terhadap Soenarko. Dia berkukuh kliennya tak pernah memegang atau menguasai senjata seperti yang ditunjukkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian pada 21 Mei lalu.
Baca juga: Mantan Kepala BAIS TNI Tak Percaya Soenarko Bakal Makar
Zaenal mengatakan Soenarko meminta senjata dari Aceh itu dikirim melalui Kepala Staf Daerah Militer. Artinya melalui prosedur resmi. Dia pun keberatan pemberitaan yang beredar menyebut Soenarko menyelundupkan senjata ilegal, serta disebut berencana menggunakan senjata itu dalam aksi 21-22 Mei lalu.
"Berita di luar digoreng seolah-olah nyelundupin senjata kemudian untuk digunakan tanggal 22 Mei. Itu yang enggak bener," ucap Zaenal.
Soenarko kini ditahan di rumah tahanan militer di Guntur, Jakarta Selatan. Dia dituduh atas kepemilikan senjata ilegal. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan senjata jenis M4 Carbine itu berasal dari Aceh dan diduga ada kaitannya dengan rencana aksi 22 Mei 2019.