TEMPO.CO, Jakarta - RATUSAN unggahan foto formulir C1 Pemilu 2019 oleh beberapa relawan di Facebook itu memantik kecurigaan moderator situs Kawal Pemilu pada Sabtu, 20 April 2019. Alasannya, ada sampai 200 foto formulir C1 dari satu TPS yang sama. Melihat hal tersebut, tim inti Kawal Pemilu kemudian menghentikan sementara penghitungan suara versi mereka.
Baca: Kawalpemilu.org dan Netgrit Pakai Media Sosial untuk Kawal Pemilu
Tim kemudian menyisir lagi ribuan foto C1 yang diunggah relawan. Hasilnya, mereka menemukan ratusan formulir plano penghitungan TPS tersebut yang menyesatkan. "Misalnya, ada formulir C1 tanpa hologram atau seorang relawan mengunggah formulir sama berulang-ulang," twitt akun resmi Kawal Pemilu pada Ahad, 21 April 2019.
Cerita ini hanya segelintir kerepotan yang ada di situs kawalpemilu.org, sebuah gerakan swadaya masyarakat yang menjadi alternatif penghitungan suara versi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kawal Pemilu pertama kali muncul pada Pemilihan Presiden atau Pilpres 2014.
Dipicu klaim kemenangan oleh Prabowo Subianto - Hatta Rajasa, yang saat itu kalah dalam hitung cepat. Praktis informasi saat itu menjadi simpang siur. Sedangkan hasil real count dari KPU masih berjarak dua minggu.
Simak juga cerita Tempo meliput awal mula KawalPemilu.org di sini
Menolak larut dalam situasi ketidakpastian seperti itu, Rully Achdiat bersama Ainun Najib mendirikan situs KawalPemilu.org sebagai alternatif. "Sebab kami itu orang IT (informasi teknologi) jadi buat orang-orang IT seperti saya dan Ainun itu terketuk hatinya," kata Rully saat dihubungi Tempo, Kamis 18 April 2019.
Hasilnya real count mereka saat itu, hanya berselisih tipis dengan penghitungan KPU di Pilpres 2014. Kawal Pemilu berhasil menabulasi 97 persen TPS, dengan perbedaan hanya 0,14 persen dari KPU. Mereka mengatakan cukup sukses meredakan tensi politik masyarakat.
Pada Pemilu 2019, Kawal Pemilu kembali hadir. Namun berbeda dari 2014, kini mereka menggunakan metode penghitungan yang baru. Tak lagi menghitung hasil dari unggahan scan sertifikat C1 yang di situs KPU, kini Kawa lPemilu punya basis relawan yang dapat mengunggah hasil C1 plano secara mandiri.
Sebanyak 43.438 orang telah terdaftar menjadi relawan Kawal Pemilu. Relawan bertugas sebagai pengumpul data mentah, yakni foto C1 plano dari tiap tempat pemungutan suara (TPS). Data ini kemudian diolah oleh 300-an orang moderator yang bertugas untuk menyisir dan memasukkannya ke dalam sistem.
Baca: Bawaslu Minta Masyarakat Kawal Penghitungan Suara
Cara seperti ini, diklaim lebih efektif ketimbang menghitung C1 yang diunggah di situs KPU. Pasalnya foto dari C1 plano adalah data primer, sedangkan C1 di situs KPU masuk dalam kategori data sekunder. "C1 plano yang ada hitung jerami itu data pemilu paling otentik. Bukan salinan," kata Humas Kawal Pemilu, Elina Ciptadi, kepada Tempo, Ahad 21 April 2019.
Para relawan dan moderator ini bekerja secara remote, atau di mana pun mereka mau, karena Kawal Pemilu tidak memiliki kantor. Rully sendiri, kini tinggal di London, Inggris. Sedangkan Elina di Singapura. Tempo tak diizinkan untuk melihat bagaimana moderator bekerja. Elina beralasan, jalan penghitungan suara masih panjang, dan kebanyakan moderator ingin identitasnya tetap anonim.
Elina, mengakui di luar itu Pemilu 2019 memang sebuah pesta demokrasi yang cukup berat. Ia mencontohkan, banyak relawan Kawal Pemilu yang merangkap sebagai petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) kewalahan dalam menghitung suara. Banyak di antara mereka, kata Elina, yang baru selesai menghitung keesokan harinya pasca pemilu.
"Lima kotak suara, kalau misalnya jumlah surat suara yang dipakai nggak cocok dengan total perolehan suara, dan tidak sah. Kan hitung ulang, dibuka lagi surat suaranya satu-satu," kata Elina.
Simak juga: Banyak KPPS Pemilu 2019 Gugur, Bupati Bogor: Akan Ada Penghargaan
Meski melalui proses yang cukup berat, berkat metode tersebut, menurut Rully Kawal Pemilu bisa jadi alternatif pembanding penghitungan real count dari KPU. "Ya, kami bisa jadi alternatif pembanding. Kenapa? Karena datanya data primer, karena itu saya berani bilang. Bahkan kami membuka luas kepada publik untuk melaporkan bila ada kesalahan, jadi bisa dipertanggungjawabkan. Tapi sekali lagi tetap bukan hasil resmi," kata Rully.