TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menganggap penetapan tersangka terhadap dosen Universitas Negeri Jakarta Robertus Robet tidak sah.
Berita terkait: Rumah Robertus Robet Dipantau Personel dari 3 Matra TNI.
Dia mengatakan polisi menjerat Robertus Robet dengan pasal 207 KUHP yang merupakan delik aduan. Sehingga polisi tidak bisa menangani itu tanpa adanya pelapor. “Karena tidak ada yang mengadu, itu perkembangan penyelidikan polisi saja, menurut saya itu tidak sah menjadi perkara,” kata dia saat dihubungi, Sabtu, 9 Maret 2019.
Sebelumya, polisi menetapkan Robertus Robet menjadi tersangka penghinaan institusi TNI. Penetapan itu berawal dari viralnya video editan kala Robet berorasi dalam acara Kamisan, 28 Februari 2019. Acara Kamisan hari itu bertema penolakan terhadap rencana perluasan jabatan sipil untuk TNI. Dalam orasinya, Robet menyanyikan pelesetan mars ABRI. Lagu itu populer dinyanyikan demonstran pada jaman reformasi.
Bagian inilah yang kemudian dipotong dan diviralkan oleh pihak tertentu hingga berujung pada penangkapan Robet. Sedangkan inti pidato Robet adalah mengkritik niat pemerintah memberi jabatan sipil kepada TNI karena ini bisa berujung pada praktek Dwifungsi ABRI seperti masa silam. Robet ingin TNI tetap profesional sebagai alat pertahanan negara.
Baca juga:
Lantaran video itu viral, polisi kemudian menangkap Robet dan menjeratnya dengan Pasal 207 KUHP. Pasal ini mengatur tentang penghinaan kepada penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia.
Bunyi pasal tersebut ialah "Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan penangkapan Robertus Robet didasarkan laporan model A. Artinya, polisi membuat pengaduan sendiri setelah mengetahui adanya dugaan tindak pidana, tanpa adanya aduan pihak lain.
Robertus Robet ditangkap di rumahnya pada Rabu malam, 6 Maret 2019 di rumahnya, Depok, Jawa Barat dan langsung dibawa ke Bareskrim Mabes Polri.
Fickar menganggap penggunaan Pasal 207 dalam kasus Robet ini tidak tepat. Dia mengatakan Pasal 207 KUHP merupakan delik aduan.
Hal itu, kata Fickar, sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Mengutip Putusan MK Nomor 013-022/PUU-IV/2006 salah satunya berbunyi: "Menimbang bahwa dalam kaitan pemberlakuan Pasal 207 KUHPidana bagi delik penghinaan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana halnya dengan penghinaan terhadap penguasa atau badan publik (gestelde macht of openbaar lichaam) lainnya, memang seharusnya penuntutan terhadapnya dilakukan atas dasar pengaduan (bij klacht).
“Delik aduan itu adalah kejahatan yang bisa diproses bila korbannya mengadu. Kalau dikontekskan kasusnya robet siapa yang mengadu? Siapa yang merasa dirugikan?” kata dia.
Karena penetapan tersangka terhadap Robertus Robet tidak sesuai prosedur, Fickar mengatakan Robet dapat mengambil langkah hukum yakni mengajukan praperadilan. “Seharusnya itu bisa diajukan praperadilan,” katanya.
BUDI UTAMI PUTRI