TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan perlu segera merevisi Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Revisi UU TNI dianggap perlu untuk menyelesaikan masalah ratusan perwira tinggi dan perwira menengah tanpa jabatan struktural. Selama ini, untuk perubahan kelas itu, hanya ada peraturan presiden karena sudah ada keputusan presiden.
Dengan merevisi UU TNI, perwira tinggi dan perwira menengah yang “menganggur” itu akan berkurang dari 500 orang menjadi 150 sampai 200 orang. “Mudah-mudahan," kata Hadi seusai rapat pimpinan di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis, 31 Januari 2019.
Baca: TNI Kebanjiran Jenderal Tanpa Jabatan
Berikut adalah lima hal seputar usul revisi UU TNI:
-Jenderal “Menganggur”
Revisi UU TNI, kata Panglima, menjadi salah satu jalan keluar atas persoalan ratusan perwira menegah yang kini non-job. Ada sekitar 650 perwira TNI yang tidak memiliki jabatan. Sebanyak 150 orang di antaranya adalah perwira tinggi berpangkat jenderal dan 500 perwira menengah berpangkat kolonel.
-Jenderal di Kementerian
Panglima menginginkan revisi UU TNI, khususnya Pasal 47 agar perwira tinggi dan menengah dapat berdinas di kementerian atau lembaga negara. Ia menginginkan posisi eselon I, II, dan di bawahnya untuk personel TNI. “Sehingga kolonel bisa masuk ke sana," kata Hadi.
UU TNI pasal 47 ayat 1 menyatakan prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil bila telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Ayat 2 mengatur prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi Koordinator Bidang Politik dan Kemanan Negara, Pertahanan Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik Nasional, dan Mahkamah Agung.
Baca: Kisah Jenderal Nonjob, Jadi Tukang Parkir hingga Diomeli Anak
-Jawaban Pemerintah
Kementerian Hukum dan HAM menyatakan pemerintah belum berencana mengusulkan revisi UU TNI. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM Enny Nurbaningsih mengatakan pemerintah belum membahas rencana revisi UU TNI,sebab UU itu belum masuk dalam program legislasi nasional.
-Tanggapan DPR
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Charles Honoris mengatakan belum ada pembahasan mengenai revisi UU TNI. Perubahan aturan itu masih sekedar wacana. "Belum dibahas sama sekali, tidak masuk program legislasi nasional," kata Charles.
Simak: Puspen TNI Jelaskan Penyebab 150 Jenderal tanpa Jabatan
-Opsi Lain
Direktur Imparsial, Al Araf memberikan sejumlah alternatif kebijakan yang bisa dilakukan untuk mengatasi perwira non-job tanpa harus menggunakan cara revisi UU TNI. Cara pertama TNI harus konsisten menjalankan program zero growth untuk mengatasi jarak antara struktur dan jumlah personel.
Kedua, di sisi pendidikan, Al Araf menyarankan agar prajurit yang masuk Sekolah Staf dan Komando (Sesko TNI) dibatasi. Mengingat struktur organisasi yang seperti piramida, besar di tingkat bawah dan mengerucut di atas, Imparsial meminta agar Sesko TNI lebih selektif. Ketiga, TNI diminta mengedepankan sistem merit dalam mempromosikan jabatan seorang perwira. Keempat, memperluas jabatan fungsi khusus tempur seperti di Kostrad. Hal ini, menurut Al Araf, lebih tepat ketimbang wacana menempatkan militer aktif di jabatan-jabatan sipil.
Selain itu, kata dia, ada opsi lain yang berkembang, yakni memensiun dini sejumlah perwira menengah TNI. Mereka yang terpilih bisa mengikuti program penyesuaian di beberapa kementerian agar bisa menduduki jabatan tertentu.
ROSSENO AJI | ANDITA RAHMA | SYAIFUL HADI | FIKRI ARIGI | FAIZ