TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Imparsial Al Araf menyarankan TNI membentuk divisi khusus pertahanan siber (cyber defence). Selain berguna untuk mengatasi ancaman di masa mendatang, pembentukan satuan ini bisa mengurangi banyaknya jenderal tanpa jabatan alias mereka yang tidak memiliki jabatan struktural di tubuh TNI.
Simak: TNI Kebanjiran Jenderal Tanpa Jabatan
Peningkatan kapasitas dengan fungsi tempur atau perang ini, kata Al Araf, lebih tepat ketimbang wacana menempatkan para jenderal tersebut untuk masuk kementerian dan menduduki jabatan sipil.
"Yang fungsinya memang untuk tempur dan perang, boleh ditingkatkan kapasitas dan kekuatannnya," kata Al Araf di Kantor Imparsial, Jakarta, Rabu, 6 Februari 2019.
Seperti diketahui, TNI dihadapkan pada polemik banyaknya jenderal menganggur yang disebabkan bertambahnya masa usia pensiun perwira tinggi. Bertambahnya masa usia pensiun ini membuat banyak jenderal menumpuk di tingkat perwira tinggi.
Setidaknya ada ratusan perwira menengah dan perwira tinggi yang tak memiliki jabatan struktural di lingkungan TNI. Jumlah tersebut terdiri dari 150 perwira tinggi berpangkat jenderal dan 500 perwira menengah berpangkat kolonel.
Terkait satuan cyber defence ini, kata Al Araf, Indonesia bisa meniru Amerika Serikat atau Israel. Dua negara ini sudah berpikir jika perang di masa yang akan datang tidak lagi secara fisik melainkan perang siber
"Mereka membangun divisi cyber defence karena menganggap cyber ke depan sebagai ancaman," kata dia.
Baca juga: 5 Saran Imparsial untuk Atasi Banyaknya Jenderal Non-Job di TNI
Namun, Al Araf meminta divisi cyber defence TNI ini fokus pada ancaman dari luar. Divisi ini tidak perlu mengurusi hiruk-pikuk isu-isu hoaks yang beredar di masyarakat. "Kalau itu ya enggak perlu. Jadi lebih outward-looking, bukan inward-looking," kata dia.