TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla ikut berkomentar soal banyaknya jenderal tanpa jabatan di TNI. Ia menilai perluasan pos jabatan bagi perwira tinggi TNI masih belum diperlukan. JK mengatakan bahwa Undang-Undang TNI dan Undang-Undang Apartur Sipil Negara (ASN) masih berlaku dan perlu diterapkan apa adanya.
Baca juga: Puspen TNI Jelaskan Penyebab 150 Jenderal tanpa Jabatan
"Kalau tugas-tugas yang tak berhimpitan dengan TNI, tentu tidak diperbolehkan," kata JK di Kantor Wakil Presiden di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Februari 2019.
JK mengakui sejak berakhirnya dwifungsi (masa ketika tentara bisa menempati jabatan sipil) sejak era Reformasi, banyak perwira tinggi tak memiliki jabatan. Namun ia menilai seharusnya ini bisa diselesaikan di tingkatan TNI.
"Bahwa ada perwira tinggi tak punya jabatan tentu TNI lah yang akan menyelesaikan hal tersebut," kata JK.
Meski begitu, JK mengatakan perwira tinggi TNI tetap bisa menjabat selama masih dalam bidang yang berkaitan. Ia mencontohkan saat Letnan Jenderal Doni Monardo diangkat menjadi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan tugas penggulangan bencana selama ini tak bisa terlepas dari peran TNI. Perannya pun bisa terbilang cukup krusial. "Kalau kita lihat pengalaman bencana, yang pertama datang itu TNI. Dan penggerahan pertama yang besar-besaran itu TNI dan Polri," kata JK.
Selain itu, ada pula lembaga lain seperti Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) yang juga masih terkait dengan TNI. "Karena itulah TNI aktif boleh," kata JK.
Baca juga: TNI Kebanjiran Jenderal Tanpa Jabatan
Rencana penambahan pos jabatan baru bagi tentara mencuat pekan lalu dalam rapat pimpinan TNI di Cilangkap, Jakarta Timur, yang dihadiri Presiden Joko Widodo. Kala itu, Panglima TNI Hadi Tjahjanto mengusulkan perubahan struktur TNI sekaligus revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Hadi berharap lembaga atau kementerian yang bisa diduduki oleh TNI aktif ada di tingkat eselon satu hingga eselon dua. Hal ini tak terlepas dari banyaknya perwira tinggi tanpa jabatan alias non-job.