TEMPO.CO, Jakarta - Pegiat buku dari Komunitas Bambu JJ Rizal menilai sikap TNI dan Polri menyita ratusan buku yang menyinggung PKI dan komunisme di Kediri, Jawa Timur bertentangan dengan amanat UUD 1945.
Baca juga: Kisah Budi Pego, Tolak Tambang Emas Tapi Dituduh Komunis
"Yang jelas-jelas menyatakan tujuan kita menjadi Indonesia yang mencerdaskan kehidupan bangsa," kata JJ Rizal melalui keterangan tertulis, Kamis, 27 Desember 2018.
Sebab, kata Rizal, jika buku mulai dilarang, maka seperti wabah penyakit akan segera menyebar menjadi kekuatiran bagi penerbit, penulis, distributor dan toko-toko buku. Mereka masing-masing akan membuat self sensor. Industri perbukuan nasional yang sudah loyo, kata dia, akan sakit.
"Hari ini bisa tema PKI, besok atau lusa bisa merembet kemana-mana, mulai buku kiri dan dari sana meluas ke tema yang lain serta berkait, seperti kritik militer, radikalisme agama, oligarki politik, separatisme, dan seterusnya. Bahkan kebebasan pers," kata Rizal.
Sebelumnya, Komandan Kodim 0809 Letnan Kolonel Kav. Dwi Agung Sutrisno mengatakan anggotanya bergerak melakukan pengamanan buku-buku itu setelah mendapat informasi dari masyarakat pada hari Rabu, 26 Desember 2018 petang.
“Anggota kami mendapat kabar kalau ada dua toko yang menjual buku PKI,” kata Dwi Agung kepada Tempo, Kamis 27 Desember 2018.
Setelah dilakukan penelusuran diketahui jika dua toko tersebut adalah Toko Q Ageng dan Toko Abdi di Jalan Brawijaya, Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Keduanya berada tak jauh dari kompleks pusat pembelajaran Bahasa Inggris atau yang dikenal dengan Kampung Inggris.
Dari pemeriksaan di dua toko tersebut, anggota Kodim menemukan 138 buku yang disebut-sebut berisi ajaran komunis. Ratusan buku itu terdiri dari berbagai judul dan penulis dengan paling banyak dijual di Toko Q Ageng.
Baca juga: TNI - Polisi di Kediri Sita Ratusan Buku Memuat Kata PKI
Beberapa buku yang disita, misalnya, "Benturan NU PKI 1948-1965" yang disusun oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Kemudian ada, "Di Bawah Lentera Merah" karangan Soe Hok Gie yang membahas pergeseran pola gerakan Sarekat Islam Semarang.
JJ Rizal menyatakan secara tegas bahwa pelarangan buku sungguh bukan peristiwa sepele. Apalagi jika terjadi setelah Indonesia memasuki era reformasi yang ingin meninggalkan sistem otoriter.
Senada dengan JJ Rizal, Direktur Pelaksana Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, mempertanyakan maksud TNI dan Polri yang menyita ratusan buku tersebut.
"Kami pertanyakan insiden ini, dan harusnya jadi isu yang menjadi perhatian untuk Kapolri dan Panglima TNI," ucap Erasmus saat dihubungi, Kamis, 27 Desember 2018.