TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pertimbangan Hukum Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung, Yogi Hasibuan, mengatakan lembaganya sudah mengirim daftar aset bergerak dan tidak bergerak atas nama Yayasan Beasiswa Supersemar ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai pengeksekusi.
Baca: Terkait Kasus Yayasan Supersemar, Granadi Sudah Disita Sejak 2016
Pengadilan, kata dia, perlu segera merampas aset itu untuk kepentingan negara. "Kami sudah ajukan daftar itu. Pengadilan yang dapat menentukan aset itu bisa disita atau tidak," ujar Yogi di Jakarta, Kamis, 22 November 2018.
Kasus ini berawal saat Yayasan Supersemar digugat oleh Kejaksaan Agung secara perdata pada 2007. Yayasan Supersemar diduga menyelewengkan dana beasiswa pada berbagai tingkatan sekolah yang tidak sesuai, dan dipinjamkan kepada pihak ketiga.
Pada pengadilan tingkat pertama, 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung. Pengadilan menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada pemerintah sebesar US$ 105 juta dan Rp 46 miliar. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009.
Baca: Kejaksaan Agung akan Lacak Aset Yayasan Supersemar di Luar Negeri
Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Oktober 2010. Namun terjadi salah ketik jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan. Jumlah yang seharusnya ditulis Rp 185 miliar, tapi yang terketik hanya Rp 185 juta, sehingga putusan itu tidak dapat dieksekusi. Kejaksaan mengajukan peninjauan kembali pada September 2013 dan dikabulkan. MA memutuskan Yayasan Supersemar harus membayar ganti rugi ke negara sebesar Rp 4,4 triliun.
Hingga saat ini, dari Rp 4,4 triliun yang harus dibayarkan oleh Yayasan Supersemar kepada negara, baru Rp 242 miliar nilai aset yang telah dapat disita oleh negara.
Kepala Hubungan Masyarakat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Achmad Guntur, menuturkan belum ada lagi aset Yayasan Supersemar yang akan disita. Menurut Guntur, aset terakhir yang disita adalah Gedung Granadi di Jalan Rasuna Sahid, sebidang tanah seluas 8.120 meter persegi yang berlokasi di Jalan Megamendung, Kampung Citalingkup, Desa Megamendung, Bogor, dan puluhan rekening dari berbagai bank. “Kami menunggu Kejaksaan Agung memberikan informasi aset selanjutnya yang perlu kami sita,” katanya.