TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah memeriksa dua eks penyidik yang diduga merusak barang bukti kasus korupsi bos CV Sumber Laut Perkasa Basuki Hariman. Pemeriksaan tersebut dilakukan Direktorat Pengawasan Internal KPK untuk menemukan dugaan pelanggaran disiplin pegawai yang dilakukan dua penyidik tersebut. “Kami pastikan proses pemeriksaan internal sudah berlangsung pada saat mereka masih menjadi pegawai KPK,” kata juru bicara KPK,Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Senin, 8 Oktober 2018.
Baca: Indonesialeaks Ungkap Aliran Dana Basuki Hariman ke Pejabat Polri
Namun, menurut Febri, saat dalam proses pemeriksaan, Mabes Polri meminta kedua penyidik itu dikembalikan ke institusinya. Mabes Polri beralasan ada kebutuhan dan penugasan bagi kedua polisi tersebut. “Dalam proses pemeriksaan, KPK menerima permintaan pengembalian pegawai dari Mabes Polri. Sehingga saat itu kedua pegawai KPK tersebut dikembalikan ke instansi awal,” kata dia.
Febri mengatakan, ketika kedua penyidik telah ditarik, berarti mereka berdua bukan lagi pegawai KPK. Dengan begitu, Direktorat Pengawasan Internal tidak berwenang memeriksa mereka. “Proses pemeriksaan tidak bisa lagi dilakukan sepenuhnya kalau statusnya bukan lagi pegawai KPK,” kata dia.
Sebelumnya, dua penyidik KPK, Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisarisaris Harun dipulangkan ke Polri karena diduga melakukan perusakan terhadap barang bukti berupa buku bank bersampul merah atas nama Serang Noor IR. Barang bukti tersebut merekam catatan aliran dana dari perusahaan Basuki kepada sejumlah petinggi Polri.
Baca: Indonesialeaks Menguak Perusakan Barang Bukti Eks Penyidik KPK
Roland dan Harun diduga telah merobek 15 lembar catatan transaksi dalam buku bank tersebut dan membubuhkan tip ex untuk menghapus sejumlah nama penerima uang dari Basuki. Peristiwa tersebut terekam dalam CCTV di ruang kolaborasi lantai 9 Gedung KPK pada 7 April 2017.
Ketua KPK Agus Raharjo menyatakan pemulangan kedua penyidik itu merupakan bentuk sanksi berat. Ia enggan menanggapi saat ditanya mengapa KPK tak menjerat keduanya dengan Pasal Pidana Perintangan Proses Hukum. “Itu sanksi berat yang bisa diberikan terhadap pegawai dari kepolisian, kejaksaan, dan lembaga lain,” kata dia. Hasil pemeriksaan internal KPK memang menemukan ada pelanggaran berat oleh keduanya.
Adapun isi lembaran buku yang hilang tersebut berisi catatan transaksi keuangan yang dibuat oleh karyawan bagian keuangan CV Sumber Laut Perkasa, Kumala Dewi Sumartono. Keterangan Kumala soal buku tersebut tercatat dalam berita acara pemeriksaan yang dibuat penyidik KPK Surya Tarmiani pada 9 Maret 2017. Ketika bersaksi untuk kasus yang sama di pengadilan tindak pidana korupsi pada 3 Juli lalu, Kumala mengakui membuat buku catatan itu atas perintah Basuki dan atasannya, Ng Fenny, yang menjabat general manager.
Baca: Soal Temuan Indonesialeaks, Begini Tanggapan Polri
Menurut dokumen pemeriksaan yang diperoleh IndonesiaLeaks, Surya meminta penjelasan ke Kumala tentang 68 transaksi yang tercatat dalam buku bank merah atas nama Serang Noor itu. Catatan arus uang masuk dan keluar dalam mata uang rupiah, dolar Amerika, dan Singapura. Tak semua penerima tertulis dengan nama jelas. Sebagian hanya menggunakan inisial.
Seperti tertuang dalam salinan berita acara pemeriksaan itu, ada 19 catatan transaksi untuk individu yang terkait dengan institusi Kepolisian RI. Tertulis dalam dokumen itu bahwa nama Tito Karnavian tercatat paling banyak mendapat duit dari Basuki langsung ataupun melalui orang lain. Tertulis di dokumen itu bahwa dalam buku bank merah nama Tito tercatat sebagai Kapolda/Tito atau Tito saja.
Kumala menjelaskan, dalam dokumen pemeriksaan, ada pemberian dana kepada Tito saat ia menduduki kursi Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Tito memegang posisi ini pada Juni 2015 hingga Maret 2016. Empat pengeluaran lain tercatat ketika ia menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme pada Maret-Juli 2016. Satu aliran lain tercatat sesudah ia dilantik Kepala Kepolisian RI. Nominal untuk setiap transaksi berkisar Rp 1 miliar.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian enggan menanggapi informasi aliran dana dalam berkas penyidikan Kumala. Tak satu pun pertanyaan yang ia jawab. Ia mengaku sudah mendelegasikan permohonan wawancara tim Indonesialeaks kepada bawahannya. “Sudah dijawab sama Humas,” ujarnya.
Lewat surat tertulis, Muhammad Iqbal selaku Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri saat itu, membantah aliran dana kepada Tito. Menurut dia, catatan dalam buku merah itu belum tentu benar. “Tidak benar, Kapolri tidak pernah menerima itu. Dulu waktu menjadi Kapolda Papua, Kapolri juga pernah mengalami hal yang sama dan sudah diklarifikasi,” kata dia.
TEMPO | INDONESIALEAKS