TEMPO.CO, Jakarta - Bekas pemilik saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo didakwa memberikan suap atau janji kepada eks Wakil Ketua Komisisi VII DPR, Eni Saragih dan Idrus Marham untuk mendapatkan proyek pengadaan PLTU Riau-1.
Baca: Kasus PLTU Riau-1, Sidang Perdana Johannes Budisutrisno Kotjo
"Perbuatan terdakwa telah memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara Eni Maulani Saragih untuk berbuat yang tidak sesuai dengan kewajibannya sebagai penyelenggara negara dan Idrus Marham," ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Ronald Ferdinand saat membacakan dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis, 4 Oktober 2018.
Ronald menyebutkan, awalnya Johanes menemui ketua DPR, Setya Setya Novanto, untuk memuluskan proyek PLTU pasca-pengajuan proyek atas perusahaannya tidak ada tindak lanjut oleh PLN. Setelah itu, Setya memperkenalkan Johanes kepada kader Golkar Eni Saragih yang waktu itu Wakil Ketua Komisi VII yang membidangi energi.
Dalam pertemuan tersebut, Setya Novanto menyampaikan kepada Eni untuk membantu Johanes dalam proyek PLTU Riau. Eni pun menyanggupi permintaan Setya. Eni juga dijanjikan mendapatkan imbalan dari Johanes.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih bersiap meninggalkan gedung KPK setelah menjalani pemeriksaan pada Sabtu malam, 14 Juli 2018. Dari hasil OTT tersebut, KPK menangkap 12 orang dan menyita Rp 500 juta. Uang itu diduga terkait dengan tugas Komisi VII. TEMPO/Fakhri Hermansyah.
Ronald melanjutkan, setelah itu Eni mulai menfasilitasi Johanes dalam merealisasikan proyek PLTU Riau. Sejumlah pertemuan dan lobi pun difasilitasi Eni, termasuk dengan Direktur Utama PLN Sofyan Basir. "Pada 2016, Eni mengajak Sofyan Basyir dan petinggi PLN bertemu dengan Setya Novanto," ujarnya.
Baca: Airlangga Bantah Perintahkan Eni Saragih Kawal Proyek PLTU Riau
Awal 2017, kata Ronald, Eni memperkenalkan Johanes dengan Dirut PLN Sofyan Basir bertempat di kantor PLN. Dalam pertemuan tersebut Eni menyampaikan ketertarikan Johanes terhadap proyek PLTU Riau. Dalam dakwaan jaksa disebutkan saat itu Sofyan meminta agar penawaran Johanes dikorinasikan dengan Supangkat Iwan Santoso, Direktur Pengadaan Strategis PLN.
Bayu menyebutkan penerimaan uang pertama oleh Eni terjadi pada 18 Desember 2017, sebanyak Rp 4 miliar yang dikirim bertahap. Dalam dakwaan disebutkan uang tersebut merupakan permintaan Eni kepada Johanes untuk membantu kegiatan Munaslub Golkar.
Selain itu, Idrus yang saat itu Plt Ketua Umum Golkar juga melobi Johanes untuk memberikan dana untuk Munaslub Golkar. "Tolong dibantu ya," tulis Idrus dalam barang bukti jaksa.
Baca: Buka-bukaan Eni Saragih: Suap PLTU Riau-1 untuk Kampanye Golkar
Pada Juni 2018, Eni kembali meminta uang Rp 10 miliar kepada Johanes, saat itu Eni beralasan butuh modal untuk pemenangan suaminya sebagai calon Bupati Tumenggung. Johanes pun kembali menyalurkan dana kepada Eni, meski saat itu Johanes hanya memberikan Rp 250 juta.
Sebulan setelah itu, Eni kembali meminta duit senilai Rp 500 juta. Namun dalam penyerahan uang tersebut Eni dan Tahta Maharaya orang kepercayaan Eni ditangkap tangan oleh KPK.
Atas perbuatannya, Johanes diancam hukuman pidana dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
Dalam tanggapannya, Johannes mengatakan dirinya tak keberatan dengan dakwaan jaksa. "Tidak keberatan yang mulia," ujarnya.