TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah, menceritakan pernah diajak bekas anggota DPR Fayakhun Andriadi ke rumah Setya Novanto. Dalam pertemuan itu Fahmi melaporkan soal imbalan proyek pengadaan satelit monitoring dan drone di Badan Keamanan Laut kepada mantan Ketua Umum Partai Golkar itu.
Baca: Staf Fayakhun Pernah Berikan Uang kepada Keponakan Setya Novanto
"Saya ke rumah Pak Setya Novanto dengan Fayakhun. Poinnya soal dana fee 6 persen," kata Fahmi saat bersaksi dalam persidangan perkara suap di Bakamla dengan terdakwa Fayakhun. Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 3 September 2018.
Fahmi mengatakan pertemuan itu terjadi pada Agustus 2016. Pertemuan juga dihadiri Direktur PT Rohde and Schwarz Indonesia Erwin Arief serta bagian operasional PT Merial Esa, M. Adami Okta.
Adami Okta dalam sidang sebelumnya mengatakan pertemuan itu terjadi karena muncul perselisihan antara Fayakhun dan Staf Ahli Kepala Bakamla Ali Fahmi Habsy. Adami mengatakan kedua orang itu saling mengklaim menjadi orang yang paling bisa mengurus anggaran di DPR.
Fayakhun, kata Adami, meminta bertemu dengan Fahmi Darmawansyah dan Ali Habsy untuk membicarakan masalah tersebut di sebuah hotel. Namun, Ali Fahmi tidak mau hadir. "Pak Fayakhun ingin menjelaskan ini kerjanya siapa yang benar, tapi Ali Habsy tidak datang," kata dia.
Baca: KPK Sebut Setya Novanto Tahu Pengaturan Suap Proyek PLTU Riau-1
Adami mengatakan dalam pertemuan itu Fahmi mengatakan pada Fayakhun bahwa uang Rp 54 miliar untuk mengurus anggaran di DPR sudah diserahkan ke Ali Habsy. Mengetahui itu, Fayakhun kecewa. Fayakhun kemudian mengajak mereka bertemu Setya Novanto.
Menurut Fahmi, pertemuan itu tak berlangsung lama. Setya Novanto, kata dia, tak banyak menanggapi. "Dingin saja, mungkin kecewa juga, tidak ada kata yang diucapkan," kata Fahmi.
Fahmi mengatakan tidak tahu alasan Fayakhun mengajak bertemu Setya Novanto. Dia menduga mungkin karena sama-sama kader Partai Golkar.
Adapun Setya Novanto telah membantah terlibat dalam proyek di Bakamla. Dia merasa namanya telah dicemarkan karena disangkutpautkan dengan perkara tersebut. "Saya tidak pernah tahu urusan Bakamla, tidak pernah tahu," kata dia di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 25 Januari 2018.
Dalam perkara ini Fayakhun didakwa menerima suap sebanyak US$ 911.480 dalam proyek Bakamla. Dia didakwa menerima uang itu dari Fahmi, selaku Direktur PT Merial Esa, penggarap proyek ini. Jaksa mendakwa Fayakhun menerima uang itu sebagai imbalan atas jasanya meloloskan alokasi penambahan anggaran Bakamla dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.