TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyebut ada kode khusus yang digunakan dalam kasus dugaan suap yang menjerat Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Kasus suap ini terkait dengan pengalokasian dan penyaluran dana otonomi daerah khusus Aceh tahun anggaran 2018.
"KPK telah mengidentifikasi penggunaan kode 'satu meter' terkait dengan transaksi yang terjadi," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Kamis, 5 Juli 2018.
Baca juga: Gubernur Aceh Irwandi Yusuf Resmi Ditahan
Febri mengatakan KPK tengah mendalami dugaan fee 10 persen dari alokasi Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA). Fee 10 persen itu, kata dia, diduga mengalir ke sejumlah pejabat tingkat provinsi dan kabupaten di Aceh.
"Diduga 8 persen untuk sejumlah pejabat di tingkat provinsi dan 2 persen di kabupaten," katanya.
Febri menuturkan, saat ini, KPK sedang memeriksa dua orang dalam lanjutan kasus tersebut. Dua orang itu adalah Bupati Bener Meriah Ahmadi dan satu orang pihak swasta.
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait dengan pengalokasian dan penyaluran DOKA Tahun Anggaran 2018. Keempat tersangka itu adalah Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan pihak swasta, Syaiful Bahri serta Hendri Yuzal, sebagai penerima suap. Lalu sebagai pemberi suap adalah Ahmadi.
Baca juga: Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah Ditetapkan Tersangka KPK
Terungkapnya kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK di Aceh pada Selasa malam, 3 Juli 2018. Dalam operasi tersebut, KPK menyita uang tunai senilai Rp 50 juta dan bukti transfer.
KPK menyangka Irwandi Yusuf, dan Syaiful Bahri, serta Hendri Yuzal sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Ahmadi sebagai pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Tipikor.