TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Aceh Irwandi Yusuf yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK bukan orang baru di dunia politik Indonesia. Irwandi saat ini menjabat Gubernur Aceh hingga periode 2022. Ia terpilih dalam Pemilihan Gubernur Aceh pada 2017.
Sebelumnya Irwandi Irwandi juga pernah menjabat sebagai Gubernur Aceh pada periode 2007-2012. Ia sempat ikut kembali dalam pemilihan gubernur pada 2012, namun kalah. Pada Pilgub Aceh 2017, Irwandi yang berpasangan dengan Nova Iriansyah memenangkan pemilu dengan perolehan 898.710 suara.
Baca juga: Hampir Kecelakaan, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf: Alhamdulillah...
Irwandi antara lain didukung oleh Partai Nasional Aceh (PNA), Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), serta Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PNA merupakan partai yang didirikan oleh Irwandi. Di sana dia menjabat sebagai ketua umum.
Irwandi Yusuf dikenal sebagai salah satu pentolan Gerakan Aceh Merdeka atau GAM. Dia menjabat sebagai Staf Khusus Komando Pusat Tentara GAM pada tahun 1998 hingga 2001.
Keterlibatan Irwandi di GAM membuatnya di tangkap oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) tahun 2003. Ia pun divonis 9 tahun penjara dalam kasus makar.
Bencana Tsunami 26 Desember 2004 di Aceh membuatnya berhasil lolos dari penjara Keudah, Banda Aceh. Ia lari ke Swedia menyusul pemimpin GAM, Hasan di Tiro.
Di sana, lelaki kelahiran Bireun, 2 Agustus 1960 ini diberikan tugas oleh petinggi GAM di Swedia untuk menjadi koordinator juru runding GAM. Pentas pertamanya sebagai juru runding terjadi saat rapat pertama Aceh Monitoring Mission 2001-2002.
Irwandi kembali setelah perjanjian damai Helsinki antara pemerintah Indonesia dan GAM pada 15 Agustus 2005.
Dalam riwayat pendidikan, Irwandi bergelar dokter hewan dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Dia meraih gelar itu pada tahun 1987. Setelah sempat menjadi dosen, Irwandi kemudian kuliah lagi di College of Veterinary Medicine, Oregon State University.
Selain itu, Irwandi juga merupakan pendiri lembaga swadaya flora dan fauna internasional di tahun 1999–2001. Dia juga sempat bekerja di Palang Merah Internasional (ICRC) tahun 2000.
Baca juga: Acara Marathon Sabang, Gubernur Aceh Irwandi: Boleh Tanpa Jilbab
Sebagai orang yang pernah menjadi pendiri lembaga swadaya lingkungan hidup Irwandi Yusuf sempat disorot saat menerbitkan izin usaha perkebunan seluas 1.605 hektare di hutan gambut Rawa Tripa untuk PT Kallista Alam. PT Kallista merupakan salah satu perusahaan yang paling aktif menggarap kawasan Rawa Tripa setelah Aceh memasuki masa damai pada 2005.
Padahal, beberapa bulan sebelum Irwandi meneken izin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011, yang kemudian dikenal sebagai "Inpres Moratorium". Lewat instruksi tertanggal 20 Mei 2011 itu, Presiden meminta semua menteri dan lembaga terkait menghentikan sementara pemberian izin pembukaan lahan hutan gambut.
Saat itu Irwandi mengaku pernah berkali-kali menolak permohonan izin Kallista. Alasannya, dia tahu lahan yang diminta Kallista berada di Kawasan Ekosistem Leuser. Irwandi meneken izin setelah mendapat rekomendasi dari berbagai pihak, termasuk Bupati Nagan Raya, Dinas Kehutanan, dan Kepolisian Daerah Aceh.
Karena itu, dari sisi hukum, Irwandi Yusuf yakin izin untuk PT Kallista tak bermasalah. Hanya, "Secara pribadi, saya lebih suka bila izin itu dicabut lagi," kata dia seperti dikutip mingguan Modus Aceh edisi 10 Juni 2012. "Soalnya, waktu itu saya melawan hati nurani sendiri."