TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai kaum milenial cenderung ogah-ogahan menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Pemilihan yang tidak bersifat wajib disinyalir jadi penyebabnya.
"Pemilih milenial di banyak negara itu biasanya ogah-ogahan ikut pemilu. Paling banyak absen ya milenial, karena di Indonesia itu hak," ujar Jusuf Kalla saat tanya jawab dengan peserta pendidikan Lembaga Ketahanan Nasional, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin, 25 Juni 2018.
Baca: Jusuf Kalla: Pemilu 2019 Paling Rumit di Dunia
JK membandingkan kondisi di dalam negeri dengan di Australia. Di sana, pemilihan umum merupakan kewajiban. Kata JK, masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya diberi hukuman.
JK mencontohkan, satu orang Australia yang tidak memilih dalam pemilihan umum akan mendapatkan hukuman dengan membayar denda sebesar AUD$100. "Di sini sebaliknya, kalau datang dikasih Rp 100," kata JK sambil tertawa.
Melihat kecenderungan itu, JK menilai perlu ada program khusus yang ditawarkan calon peserta pemilu untuk menggaet minat pemilih dari kaum milenial. Pasalnya, kata dia, jumlah generasi tersebut selalu bertambah.
Baca: JK Berharap DPR Evaluasi Cara Pencoblosan di Pemilu
Beberapa tokoh partai politik selama ini telah menunjukkan upaya untuk mendekatkan diri kepada generasi milenial. JK menyebut Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy sebagai salah satu contohnya.
Menurut JK, pria yang akrab disapa Romy itu sering berpenampilan seperti anak muda dengan mengenakan celana jeans yang dipadu dengan sorban. "Contoh, fotonya Romy PPP. Dia pakai jeans, pake sorban, tidak pake kopiah. Supaya lebih dekat dengan milenial," kata dia.