TEMPO.CO, Jakarta - Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin membandingkan pengangkatan Komisaris Jenderal M. Iriawan sebagai Pejabat Gubernur Jawa Barat dengan anggota Tentara Nasional Indonesia sebagai penjabat gubernur di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ngabalin mengatakan Mayor Jenderal Tanri Bali Lamo diangkat sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan pada 2008. Padahal, Tanri saat itu menjabat sebagai Asisten Personel Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). "Emang zaman Pak SBY waktu mengangkat Mayjen Tanri Bali beliau sudah pensiun?" kata Ngabalin dalam siaran tertulisnya, Selasa, 19 Juni 2018.
Baca: Kemendagri: Pelantikan M. Iriawan Sesuai Aturan
Selain Tanri, Ngabalin menyebutkan bahwa Mayor Jenderal Setia Purwaka juga pernah diangkat sebagai Penjabat Gubernur Jawa Timur berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 73/P Tahun 2008 tertanggal 15 Agustus 2008. Padahal, Setia saat itu aktif menjabat sebagai Inspektur Jenderal Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo).
Ngabalin menuturkan sebetulnya enggan menghabiskan waktu untuk mengomentari pernyataan Partai Demokrat soal pengangkatan M. Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat. Sebab, ia memastikan bahwa pemerintah tidak mungkin membuat satu kebijakan strategis tanpa berdasar pada ketentuan hukum dan undang-undang yang berlaku.
Ngabalin pun mempertanyakan pelantikan anggota Polri, seperti Inspektur Jenderal Carlo Brix Tewu sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat pada 30 Desember 2016 tidak menjadi polemik seperti pengangkatan Iriawan. "Kenapa enggak ada yang ribut pada saat Irjen Pol Carlo Brix Tewu di Sulbar kemarin, demikian halnya Mayjen TNI Soedarmo Penjabat Gubernur Aceh?" kata dia.
Simak: Ngabalin Sarankan DPR Batalkan Niat Ajukan Hak Angket M. Iriawan
Sebelumnya Fraksi Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengajukan hak angket menyusul pelantikan Iriawan pada Senin, 18 Juni 2018. "Segera setelah libur Lebaran selesai, kami akan mengajukan angket ke DPR," ujar Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean saat dihubungi Tempo pada Selasa, 19 Juni 2018.
Ferdinand menuturkan Demokrat mengajukan angket ke DPR karena melihat banyak kejanggalan atas penunjukan M. Iriawan. Selain itu, Ferdinand menganggap pelantikan ini melanggar tiga undang-undang sekaligus, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.