TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan lembaganya menghormati keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berkukuh mempertahankan rencana larangan mantan narapidana korupsi menjadi anggota calon legislator (caleg) di Peraturan KPU tentang pencalonan.
"Kami akan melihat dulu pasca diundangkan dan kami akan diskusikan lagi," kata Abhan di Jakarta pada Kamis, 24 Mei 2018.
Abhan menuturkan lembaganya tidak sejalan dengan KPU yang tetap mau memasukan aturan larangan mantan narapidana menjadi caleg. Bawaslu, kata dia, sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi, tetapi mesti tetap menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca: DPR Saran KPU Buat Edaran Larangan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg
Berdasarkan Undang-Undang Pemilu, larangan mantan narapidana menjadi caleg hanya untuk kasus bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak. "Kami mendukung upaya KPU, tapi seharusnya sejalan dengan undang-undang," kata Abhan.
Menurut dia, Bawaslu mempunyai kewenangan untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Agung terkait masalah itu. Namun, Bawaslu belum berpikir untuk melakukannya. Menurut Abhan, bakal ada pihak yang keberatan untuk mengajukan gugatan tersebut.
Baca: Ketua KPU Berkukuh Larangan Eks Korupstor Jadi Caleg Masuk PKPU
Selain itu, Abhan mengatakan yang bisa mencabut hak politik seseorang adalah undang-undang atau putusan pengadilan. Ia mencontohkan Komisi Pemberantasan Korupsi juga mempunyai kewenangan untuk menambahkan tuntutan berupa pencabutan hak politik. "Tapi tidak semua hal dilakukan penambahan hak pencabutan politik," ujarnya.
Bawaslu, kata Abhan, sebagai penyelenggara pemilu hanya bertindak sebagai pelaksana undang-undang. Artinya, Bawaslu harus melakukan tindakan sesuai dengan konstitusi. "Bukan berarti kami anti pemberantasan korupsi. Kami berpegang teguh pada konstitusi," ujarnya.
Baca: KPU Sarankan Bakal Caleg Pemilu 2019 Daftar Lebih Awal