TEMPO.CO, Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan alasan polisi tidak langsung menyerbu saat tahanan kasus terorisme menguasai rumah tahanan Markas Komando Brigade Mobil (Mako Brimob) di Kelapa Dua, Depok. Dia mengatakan pihaknya mengetahui ada perbedaan pendapat di kalangan tahanan sendiri.
"Ada sebagian yang ingin melakukan kekerasan dan sebagian lainnya tidak," kata dia di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis, 10 Mei 2018.
Baca: Kepala Polri: Rutan Mako Brimob Bukan Didesain Maximum Security
Sebelumnya, pada Selasa, 8 Mei 2018 malam, sejumlah tahanan kasus terorisme mengamuk dan mengambil alih rutan Mako Brimob. Mereka membunuh lima polisi, merebut senjata mereka dan menyandera satu polisi lainnya, yaitu Brigadir Kepala Iwan Sarjana.
Tito menjelaskan dalam keadaan tersebut polisi memiliki dua opsi. Opsi pertama, kata dia, adalah langsung menyerbu masuk dan opsi kedua memberikan peringatan terlebih dahulu.
Namun, karena mengetahui adanya perbedaan pendapat di antara tahanan, Tito mengatakan polisi memutuskan untuk memberikan peringatan dulu. "Kami tidak ingin banyak jatuh korban, sementara tidak semua mau melakukan kekerasan," kata dia.
Baca: PDIP: Penanganan Terorisme Tak Cukup Melalui Deradikalisasi
Tito mengatakan telah menyampaikan kondisi tersebut ke Presiden Joko Widodo. Dia meminta izin agar polisi dapat melakukan pendekatan persuasif terhadap tahanan yang memberontak. "Beliau memberikan izin agar Kapolri melakukan tindakan tegas yang diperlukan," kata dia.
Tito mengatakan polisi kemudian menjalankan strategi itu sejak Rabu, 9 Mei hingga Kamis, 10 Mei pagi hari. Dia mengatakan strategi itu terbukti berhasil.
Pada Kamis dini hari, kata dia, Bripka Iwan Sarjana dilepaskan. Menyusul para tahanan menyerah pada pagi harinya. "Jadi sepanjang malam ada warning dan alhamdulilah besok paginya mereka menyerahkan diri," kata dia.