TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Mahfudin mencecar Setya Novanto soal kondisinya setelah mengalami kecelakaan di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan pada 16 November 2017. Hakim ingin memastikan Setya pingsan atau tidur setelah kecelakaan itu.
"Kita harus bedakan antara pingsan dengan tidur. Saksi pingsannya lama banget ini," kata Mahfudin saat sidang terdakwa perkara merintangi penyidikan KPK, Bimanesh Sutarjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, 27 April 2018. Setya dihadirkan sebagai saksi untuk Bimanesh.
Pada awalnya, Setya mengatakan saat kecelakaan kepalanya terbentur sampai pingsan. Dia mengaku tidak tahu siapa yang mengantarnya ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau untuk dirawat.
Baca: Setya Novanto Mengaku Pingsan Seusai Kecelakaan di Permata Hijau
Mantan ketua DPR itu mengatakan baru sadar keesokan harinya. "Saya baru sadar saat seorang dokter memeriksa saya pagi hari," kata Setya.
Mahfudin lalu menganggap Setya Novanto pingsan sangat lama. Setya mengalami kecelekaan pada 16 November 2017 sekitar pukul 18.35 WIB dan dia mengaku baru bangun pada 17 November 2017 di pagi hari. "Lama dong pingsannya?" kata Mahfudin.
Setya menjawab memang semalaman dia tidak sadarkan diri. Dia mengaku hanya mengingat dirinya beberapa kali muntah malam itu. "Itu muntahnya pas pingsan?" tanya hakim Mahfuddin. Setya pun menjawab, "Ya, karena saya mual, lalu muntah-muntah, Yang Mulia."
Baca: Setya Novanto Stres Divonis 15 Tahun Penjara
Namun Mahfuddin ragu dengan keterangan Setya. Menurut dia, kalau orang pingsan seharusnya tidak ingat apa-apa, tapi Setya bisa ingat waktu muntah-muntah. "Jadinya pingsan atau tidur?" tanyanya lagi.
"Pingsan, Yang Mulia," kata Setya berkukuh. Hakim pun kembali memastikan. "Kalau pingsan ya enggak ingat apa-apa. Kalau tidur ya tidur," kata Mahfuddin.
Namun, Setya kembali berkukuh dirinya pingsan. "Saya pingsan Yang Mulia. Kalau saya tertidur, pasti nyenyak, enggak muntah-muntah," kata dia.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa Bimanesh telah memanipulasi diagnosis medis Setya Novanto selama dirawat di RS Medika. Dia diduga melakukan itu untuk menghindarkan Setya Novanto dari penyidikan KPK.