TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengaku pernah tertarik pada paham neoliberalisme. Hal itu terjadi di masa Orde Baru, saat dirinya masih tergabung di Partai Golkar.
Di rezim Orde Baru, kata Prabowo, pemerintah menggunakan pendekatan trickle down effect atau teori menetes ke bawah yang diperkenalkan Albert Otto Hirschman, pencetus faham Neoliberalisme.
"Saya dulu tertarik sama Neolib. Tapi saya lihat ternyata paham itu bohong. Kesejahteraan nggak netes - netes ke bawah. Malah dibawa ke luar negeri oleh elit," ujar Prabowo saat berpidato di Gedung Serbaguna Istana Kana Cikampek, Sabtu, 31 Maret 2018.
Baca juga: Hashim: Kesehatan dan Logistik Jadi Pertimbangan Prabowo Nyapres
Sejak saat itu kata Prabowo, ia mulai tak suka kepada elit. Terutama elit Jakarta yang dia anggap kebanyakan adalah penipu. "Saya lihat muka elit Jakarta penuh tipu. Saya mantan komandan sejak muda. Saya terbiasa baca tampang anak buah hingga saya bisa tahu tampang penipu," ujar mantan Danjen Kopassus itu.
"Siapa elit itu ? elit itu pimpinan. Saya juga elit. Bedanya saya elit sadar, sudah tobat dan setia," kata Prabowo.
Para elit penipu itu, kata Prabowo secara sistemik telah melanggar UUD 1945 pasal 33. "Padahal ini pasal kunci. Kalau saja kita taat, Indonesia sudah kaya raya," ujar dia.
Berdasarkan pasal itu, kata Prabowo Indonesia seharusnya tidak membolehkan azas konglomerasi. "Satu keluarga menguasai jutaan hektare. Indonesia itu asas kekeluargaan bukan kapitalisme," kata dia.
Baca juga: Deklarasi Prabowo Subianto Sebagai Capres 11 April
Sehingga, kata Prabowo, kapitalisme harus terkendali. Bahkan menurut dia banyak tokoh barat sudah menganggap kapitalisme gaya lama dan sudah tidak bisa dipakai lagi. Ia pun mengutip pernyataan sejumlah tokoh barat yang mengkritik kapitalisme dan neoliberalisme. Termasuk pernyataan mantan capres Amerika Hillary Clinton, Mantan pimpinan IMF Christine Lagarde termasuk Paus Franciscus I.
"Kalau kulit putih ngomong didengar, kalau Prabowo yang ngomong dilecehkan elit Jakarta," kata dia.