TEMPO.CO, Jakarta - Penasehat hukum terdakwa korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) Setya Novanto optimistis pengajuan justice collaborator (JC) akan dikabulkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ditemui sebelum persidangan, penasehat hukum Setya Novanto, Firman Wijaya menuturkan kliennya siap menghadapi tuntutan hari ini. "Hari ini, “Pak Novanto siap," kata Firman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 29 Maret 2018.
Pada persidangan hari ini juga, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi akan menguraikan tuntutan dan keputusan soal justice collaborator (JC). Setya Novanto, kata Firman, memenuhi syarat sebagai justice collaborator seperti disebutkan undang-undang.
Baca:
Berapa Tuntutan untuk Setya Novanto? Ini Kemungkinannya
Berikut hal-hal yang telah dilakukan Setya sebagai justice collaborator menurut Firman:
- Setya mengakui perbuatannya melakukan korupsi.
- Mengembalikan uang Rp5 miliar.
Menurut dia, mengembalikan apa yang diduga hasil tindak pidana adalah bagian dari syarat justice collaborator.
- mau bekerjasama dengan penegak hukum
Setya mendorong keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi agar bekerjasama dengan aparat hukum.
- Setya bersedia memberikan testimoni.
Baca juga:
KPK Masih Pertimbangkan Setya Novanto Jadi Justice Collaborator
Surat Tuntutan Setya Novanto 2.415 Halaman ...
Jaksa Penuntut Umum, KPK, maupun Majelis Hakim, kata Firman, perlu mempertimbangkan hal-hal yang sudah dilakukan kliennya. "Kasus e-KTP bukan sekedar kasus serious crime, tapi scandal crime."
Jaksa penuntut umum KPK mendakwa Setya berperan sebagai orang yang meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR pada 2010-2011, saat masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.
Atas perannya, bekas Ketua Umum Partai Golkar itu disebut menerima imbalan sebesar US$7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$135 ribu. Setya didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.