TEMPO.CO, Jakarta - Permohonan Setya Novanto untuk menjadi justice collaborator untuk mengungkap perkara korupi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) akan dipertimbangkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Terkait JC akan kami pelajari, kami belum diskusikan hal itu," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ahmad Burhanuddin di Jakarta, Jumat, 23 Maret 2018.
Setya Novanto mengajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap perkara korupsi KTP elektronik dalam sidang yang berlangsung Kamis, 22 Maret 2018. Dalam sidang itu, Setya Novanto mengungkap sejumlah nama yang menurut dia menerima uang dari proyek e-KTP.
Baca juga: Setya Novanto Menyesal, tapi Tak Mengaku Terlibat Kasus E-KTP
Nama-nama tersebut adalah mantan Wakil Ketua DPR Pramono Anung dan mantan Ketua Fraksi PDI-Perjuangan di DPR Puan Maharani yang disebut menerima US$ 500 ribu, anggota Komisi II dari PDIP Arief Wibowo, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Melchias Markus Mekeng, Wakil Ketua Banggar Tamsil Linrung, Wakil Ketua Banggar Olly Dondokambey, Wakil Ketua Komisi II Ganjar Pramono masing-masing US$ 500 ribu, Ketua Fraksi Partai Golkar Chairuman Harahap, serta Ketua fraksi Partai Demokrat saat itu Jafar Hafsah senilai US$ 250 ribu.
"Kita pelajari dulu (nama-nama) baru karena infonyakan kan baru, nanti akan disampaikan kepada penyidik. Saya baru dengar juga," tambahnya.
Sedangkan pengacara Setnov, Maqdir Ismail mengaku bahwa nama-nama yang disebutkan Setya Novanto dalam persidangan berasal dari pemilik OEM Investment Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte Made Oka Masagung.
"Dia mendengar dari Oka, sejumlah orang yang terima uang, dan kemarin malam itu dikonfirmasi oleh Irvan. Saya kira itu sesuatu yang maju di dalam perkembangan tentang siapa saja yang menerima uang itu. Saya kira itu yang mesti dilihat sebagai itikad baik," kata Maqdir.
Mengenai kebenaran informasi tersebut, Maqdir tidak mempersoalkannya, apalagi selama menjadi saksi di persidangan, Made Oka selalu berkata "lupa".
"Yang kita juga dengar di persidangan Oka selalu mengatakan lupa. Ini satu problem tersendiri. Tapi saya kira kita dengar saja kelanjutannya, kita lihat, seperti apa yang terjadi," ucap Maqdir.
Baca juga: Setya Novanto Terancam Gagal Jadi Justice Collaborator
Ia pun berharap tuntutan terhadap Setya Novanto sesuai dengan apa yang dilakukan kliennya itu, karena ia meyakini bahwa Setya Novanto tidak mendapatkan uang secara "riil".
"Secara riil tidak ada uang yang dia terima, dia hanya menjadi fasilitator. Apakah pantas seorang fasilitator dihukum dengan hukuman yang tinggi? Mestinya tidak, itu tidak adil. Bagi saya, sebagai seorang politisi dan penyelenggara negara, dia sudah sampaikan apa yang dia lakukan, jangan lupa, menyebut nama orang itu risikonya besar sekali tanpa ada jaminan perlindungan dari penerima JC tersebut," ungkap Maqdir.
Setya Novanto dalam perkara ini didakwa menerima uang US$ 7,3 juta dolar dari proyek KTP-Elektronik melalui rekannya Made Oka Masagung seluruhnya US$ 3,8 juta, dan melalui keponakan Setnov, Diretur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo pada 19 Januari - Februari 2012 seluruhnya berjumlah US$ 3,5 juta.
Setya Novanto juga didakwa menerima satu jam tangan Richard Mille seri RM 011 seharga 135 ribu dolar AS yang dibeli pengusaha Andi Agustinus bersama direktur PT Biomorf Industry Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena membantu memperlancar proses penganggaran.