TEMPO.CO, Jakarta - Tim pemantau kasus Novel Baswedan, yang dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam koordinasi tersebut, KPK dan Komnas HAM menargetkan ada rekomendasi yang dihasilkan dalam waktu tiga bulan.
“Tim sepakat tiga bulan ini mudah-mudahan bisa menghasilkan rekomendasi yang baik,” kata Wakil Ketua KPK Laode Syarif di gedung KPK, Jumat, 16 Maret 2018.
Baca juga: Komnas HAM Bentuk Tim untuk Penyelidikan Kasus Novel Baswedan
Laode mengatakan, di internal KPK sebenarnya sudah ada tim yang mengawasi penyelidikan kasus Novel. Ia mengatakan tim internal KPK akan bekerja sama dengan tim Komnas HAM untuk membantu kerja di kepolisian. Tujuannya jelas, agar kasus penyiraman Novel cepat terungkap.
“Tim tersebut akan menjadi counterpart atau contact point antara Komnas HAM dan KPK,” ujarnya.
Seminggu yang lalu, Komnas HAM membentuk tim untuk mempercepat penyelidikan kasus penyerangan terhadap Novel, yang melibatkan unsur tokoh masyarakat. Hasil akhir tim ini nantinya berupa rekomendasi ke aparat penegak hukum.
"Proses yang akan dijalankan adalah mengumpulkan berbagai dokumen juga mempelajari pemantauan dari tim sebelumnya," ucap Sandrayati Moniaga, Ketua Tim Bentukan Paripurna Terkait Proses Hukum Kasus Novel Baswedan, dalam paparannya di gedung Komnas HAM, Jakarta, pada Jumat, 9 Maret 2018.
Sandrayati mengatakan, apabila rekomendasi tim pemantau kasus Novel tidak didengar Polri, hal tersebut menunjukkan kualitas negara yang belum bisa melihat peran Komnas HAM.
Baca juga: TGPF Novel Baswedan, Usmad Hamid: Perlu Kehendak Politik Kuat
“Kami meyakini rekomendasi tersebut akan dimanfaatkan karena tujuannya kemajuan HAM di Indonesia,” tuturnya.
Sandrayati mengatakan tim pemantau kasus Novel Baswedan tidak dapat melakukan tindakan penegakan hukum pro justicia. Sehingga tim tersebut hanya berperan memberikan rekomendasi, sementara penyelidikan dan penangkapan akan diserahkan ke kepolisian.
“Kalau mau pro justicia harus diawali dengan tim bentukan paripurna. Serta harus ada analisis hukum, baru bisa ke tahap itu,” kata Sandrayati.