TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemanggilan terhadap Vice President Corporate Secretary and Investor Relations PT Garuda Indonesia Hengki Heriandono terkait penyidikan tindak pidana korupsi suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C di PT Garuda Indonesia. Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
"Hari ini dijadwalkan pemeriksaan terhadap Hengki Heriandono sebagai saksi untuk tersangka Emirsyah Satar," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Rabu, 31 Januari 2018.
Baca: Kasus Emirsyah Satar, Dirut PT GMF Ditanya Soal Perjanjian Garuda
Febri menjelaskan, ada dua proses paralel yang sedang berjalan dalam penyidikan kasus tersebut. "Untuk Garuda, ada dua proses paralel yang berjalan. Pertama, proses lintas negara karena "mutual legal assistance" atau MLA sudah kami ajukan dan tinggal menunggu proses di negara masing-masing. Itu tentu kami cenderung menunggu karena proses MLA sudah kami lakukan," katanya.
Proses kedua, Febri melanjutkan, pihakya juga telah memanggil saksi-saksi dan tersangka untuk diperiksa dalam beberapa minggu ini. "Kami ingin memastikan kembali, mengklarifikasi terkait hubungan-hubungan hukum, kontrak, dan perjanjian atau proses pengadaan yang terjadi di Garuda saat itu. Tentu yang didalami atau dijadikan fokus kaitan antara proses pengadaan dan pihak-pihak di pengadaan itu terkait dengan dugaan fee yang diberikan kepada tersangka," tuturnya.
Selain itu, kata dia, KPK juga sedang mengumpulkan bukti-bukti kuat dalam kasus tersebut. "Bukti-bukti ini bisa berasal dari dalam negeri, bisa berasal dari luar negeri. Komunikasi yang intens sudah kami lakukan sebelumnya dengan Inggris dan Singapura karena proses hukum di sana juga berjalan, jadi kami melakukan pertukaran informasi. Namun, proses formil MLA masih berjalan hingga saat ini," kata Febri.
Baca: Kasus Suap Garuda Indonesia Mangkrak Setahun, Ini Penjelasan KPK
KPK telah menetapkan Dirut PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dan Presiden Komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo sebagai tersangka terkait kasus tersebut.
Emirsyah Satar diduga menerima suap 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai 2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia Tbk.
Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku "beneficial owner" dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura. Soektino diketahui merupakan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA), satu kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.
Rolls Royce sendiri oleh pengadilan di Inggris berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris sudah dikenai denda sebanyak 671 juta pounsterling (sekitar Rp11 triliun) karena melakukan pratik suap di beberapa negara antara lain Malaysia, Thailand, China, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak, Anggola.
KPK awalnya menerima laporan dari SFO dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang sedang menginvestigasi suap Rolls Royce di beberapa negara, SFO dan CPIB pun mengonfirmasi hal itu ke KPK termasuk memberikan sejumlah alat bukti.
KPK melalui CPIB dan SFO juga sudah membekukan sejumlah rekening dan menyita aset Emirsyah yang berada di luar negeri.
Meski KPK telah menetapkan Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo sebagai tersangka pada 16 Januari 2017, keduanya belum juga ditahan hingga saat ini.