TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah memberikan tanggapan terkait belum dilimpahkannya kasus suap pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia ke pengadilan. Padahal, kasus suap Garuda Indonesia tersebut sudah masuk tahap penyidikan sejak Januari tahun lalu.
Menurut Febri, KPK telah menemukan bukti-bukti penerimaan dalam kasus tersebut. Namun, kata dia, pihaknya masih memerlukan bantuan dari kerja sama internasional. "Memang ada karakter kasus korupsi tertentu yang sifatnya transnasional memerlukan kerja sama beberapa negara. Itu yang sedang diproses," ujarnya di kantor, Selasa, 23 Januari 2018.
Baca: Kasus Suap Garuda Indonesia, KPK Periksa Soetikno Soedarjo
Bantuan internasional yang dimaksud Febri itu misalnya masih menunggu responden dari pengajuan mutual legal assistance (MLA) atau bantuan hukum timbal balik. MLA merupakan bantuan hukum dari satu negara di negara lain. "Karena dugaan penerimaan justru ada yang terjadi di luar negeri," katanya.
Dalam kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT. Garuda Indonesia itu, KPK telah menetapkan dua orang tersangka. Keduanya adalah mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan Direktur Utama Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd, Soetikno Soedarjo.
Suap diduga dilakukan lintas negara. KPK telah bekerja sama dengan dua badan antirasuah negara lain, yakni Serious Fraud Office (SFO), Inggris, dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), Singapura.
Baca: Jual Rumah ke Emirsyah Satar, Penyanyi Iis Sugianto Dipanggil KPK
Emirsyah diduga menerima suap berupa uang sebesar 1,2 juta euro dan US$ 180 ribu atau sekitar Rp 20 miliar. Suap ditransfer secara bertahap dari Rolls-Royce melalui perantara Soetikno.
Dalam kasus suap Garuda Indonesia ini, Emirsyah Satar diduga menerima barang senilai Rp 26 miliar, selain diduga menrima suap berupa uang. Diduga, suap diberikan agar Emirsyah membeli mesin pesawat Rolls-Royce dalam pengadaan pesawat Airbus.