TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR RI dari Fraksi Golkar, Meutia Hafid mendukung keputusan Presiden Joko Widodo untuk melibatkan Tentara Nasional Indonesia dalam pemberantasan terorisme. "Untuk itu kami meminta pansus revisi undang-undang terorisme untuk mempercepat pembahasan," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 25 Januari 2018.
Alasan revisi undang-undang tersebut segera dilakukan, ujar Meutya, agar dapat disahkan pada tahun 2018 ini. "Saat ini pansus masih merumuskan bentuk-bentuk keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme," ucapnya.
Baca juga: Polri Tak Permasalahkan Usulan TNI Ikut Menanggulangi Terorisme
Menurut Meutya, ketika TNI meminta undang-undang tersebut untuk direvisi merupakan hal yang wajar. "TNI juga merasa berkewajiban dalam penanggulangan terorisme di Indonesia, sesuai dengan tugas pokok TNI," ujar dia.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sebelumnya mengeluarkan surat berisi saran TNI terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Surat bernomor B/91/I/2018 itu disampaikan Hadi pada 8 Januari 2018.
Salah satu saran Hadi adalah mengganti judul “Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme” menjadi “Penanggulangan Aksi Terorisme”. Hadi menganggap judul sebelumnya membatasi wewenang pemberantasan terorisme yang hanya dapat ditangani kepolisian.
Berbeda pendapat dengan Meutya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly tidak setuju dengan usul Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto soal penggantian judul Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.
Baca juga: Pengamat: Polisi Jadi Pelampiasan Serangan Teroris
Menurut dia, akan butuh proses yang lama jika melakukan penggantian judul yang sudah ada. Sebab, perlu ada pembuatan dan pengajuan naskah akademik baru soal UU tersebut jika judulnya diganti. Saat ini, kata Yasonna, yang menjadi pembahasan adalah substansi dari UU Tindak Pidana Terorisme.