TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly tidak setuju dengan usul Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto soal penggantian judul Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.
"Tidak mungkin kami revisi judul karena akan membuat baru," kata Yasonna di sela rapat kerja dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis, 25 Januari 2018.
Baca: Pansus Minta Kemenkumhan dan TNI Berkoordinasi Soal RUU Terorisme
Menurut dia, akan butuh proses yang lama jika melakukan penggantian judul yang sudah ada. Sebab, perlu ada pembuatan dan pengajuan naskah akademik baru soal UU tersebut jika judulnya diganti. Saat ini, kata Yasonna, yang menjadi pembahasan adalah substansi dari UU Tindak Pidana Terorisme.
Yasonna pun menjelaskan TNI saat ini bisa ikut serta dalam penanganan tindak pidana korupsi. Menurut dia, hal itu sudah diatur dalam UU TNI. Namun, ia juga mengatakan keikutsertaan TNI dalam pemberantasan terorisme harus seizin presiden.
"Jadi saya bilang ya sudahlah teman-teman kita duduk manis saja, kembalikan ke UU TNI. Saya sudah berikan arahan begitu," ujar Yasonna.
Baca: Alasan Panglima Ingin TNI Ikut Serta Menanggulangi Terorisme
Hadi Tjahjanto sempat menyampaikan agar Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme diubah menjadi UU penanggulangan aksi terorisme. Hadi menganggap judul sebelumnya membatasi wewenang pemberantasan terorisme yang hanya dapat ditangani kepolisian.
Dia meminta dimasukkan satu pasal tentang tugas dan peran TNI di undang-undang tersebut untuk menjaga, menegakkan kedaulatan, dan menjamin keselamatan bangsa.