TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerinda Ferry Juliantono menilai hasil survei Lembaga Survei Indonesia atau LSI tidak mewakili kondisi partai politik belakangan ini. Hasil survei LSI menyebut elektabilitas Gerindra 11,4 persen.
"Hasil Pemilu 2014, (elektabilitas) Gerindra 12 persen," ujar Ferry kepada Tempo, Kamis 25 Januari 2018.
Baca juga: LSI: PDIP, Golkar dan Gerindra Partai Papan Atas Pilpres 2019
Menurut Ferry, elektabilitas Golkar yang melesat naik menjadi 15.5 persen mengungguli Gerindra dianggap tidak representatif. Sebab, Golkar mengalami dinamika internal dalam beberapa waktu terakhir. Di antaranya kasus e-KTP yang menjerat bekas Ketua Umum Golkar Setya Novanto.
Adapun elektabilitas PDIP, kata Ferry, masih tergantung dengan Presiden Joko Widodo. Sedangkan pemerintahan Jokowi, menurut Ferry, belum berhasil dalam mensejahterakan rakyat. "Pak Jokowi pun dengan kondisi negara hari ini yang masih susah, akan berdampak terhadap elektabilitas PDIP," ujarnya.
Selain itu, kata Ferry, Jokowi hari ini sudah berbeda dengan saat Pilpres 2014. Menurut dia, rakyat sudah bisa menilai masa 4 tahun kepemimpinan Jokowi.
Ferry mengatakan hasil survei LSI tersebut berbeda dengan survei internal Gerindra. Tapi Ferry enggan menyebut angkanya. Dia hanya mengklaim elektabilitas partai Gerindra naik.
Survei LSI melibatkan 1.200 responden dengan margin error 2.9 persen. Dalam survei tersebut, PDIP memiliki elektabilitas 22,2 persen disusul Partai Golongan Karya (Golkar) 15,5 persen dan Partai Gerinda 11,4 persen. Sedangkan lima partai lainnya belum aman dari parliamentary threshold yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 3,5 persen, Partai Nasdem 4,2 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3,8 persen, Partai Amanat Nasional (PAN) 2,0 persen dan Partai Hanura 0,7 persen.