TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Nandang Sutrisno, mengimbau masyarakat untuk tidak memilih wakil rakyat yang bergabung dalam partai politik yang memberikan dukungan terhadap lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau LGBT. Itu menyusul pernyataan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan bahwa ada lima parpol yang mendukung pelegalan LGBT dalam rancangan undang-undang KUHP yang tengah digodok Dewan Perwakilan Rakyat.
“Kami imbau masyarakat memberikan hukuman politik dengan tidak memilih parpol itu dalam pemilu, pilpres, dan pilkada,” kata Nandang dalam konferensi pers di Rumah Makan Padang Sederhana, Sleman, Senin, 22 Januari 2018.
Nandang meminta pernyataan UII tersebut tidak dipandang secara negatif untuk menyerang lawan-lawan politik dari parpol-parpol yang mendukung LGBT. Namun dia meminta itu dilihat dari substansi perilaku LGBT sebagai perilaku menyimpang yang dikaji dari berbagai sudut pandang ilmu mana pun.
Baca juga: Soal LGBT, Bambang Soesatyo: Semangat DPR untuk Memidanakan
“Jadi pernyataan tokoh politik seperti Ketua MPR itu seharusnya melalui pertimbangan matang. Harus ditimang-timang dulu,” ucap Nandang.
Selebihnya, Nandang mengimbau DPR untuk memasukkan tindakan LGBT sebagai perbuatan tindak pidana yang pelakunya harus diberi hukuman berat karena perilakunya diklaim merupakan gaya hidup yang berkembang serta meresahkan dan membahayakan masyarakat.
“Tindakan LGBT dimasukkan dalam perbuatan tindak pidana yang harus diberikan hukuman berat,” ujar Nandang.
Dia pun meminta masyarakat tidak berlaku permisif terhadap perilaku LGBT. Sebab, sikap permisif yang berkembang akan menjadi sikap seolah menerima dan menganggap perilaku tersebut sesuatu yang biasa saja.
“Pelaku LGBT, segeralah bertaubat dengan sungguh-sungguh dan merehabilitasi diri dari kecanduan gaya hidup LGBT, baik secara psikologis maupun medis,” tutur Nandang.
Baca juga: Buya Syafii Minta Bambang Soesatyo agar DPR Tak Melegalkan LGBT
Adapun Dekan Fakultas Hukum UII Aunur Rohim Faqih menyebutkan hukum melindungi manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya. Apabila perilaku LGBT tidak diatur melalui hukum secara tegas, hal tersebut akan berdampak negatif terhadap manusia itu sendiri.
“Hukum untuk meluruskan sesuatu yang vital. Soal LGBT, perlu ada shock therapy yang kuat,” kata Aunur kepada Tempo.